Kamis, 03 Januari 2008

Gendong Aku Sebelum Kau Menceraiku

Cerita dari seorang teman di milis. Berikut ceritanya:

Pada hari pernikahanku, aku membopong istriku. Mobil pengantin
berhenti didepan flat kami yang cuma berkamar satu. Sahabat-sahabatku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi kubopong ia memasuki rumah kami.

Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yang sangat bahagia.
Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu.

Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir
air bening. Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih diantara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama-sama dan sampai dirumah juga pada waktu yang bersamaan.

Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yang tidak kusangka-sangka.

Dew hadir dalam kehidupanku.
Waktu itu adalah hari yang cerah.

Aku berdiri di balkon dengan Dew yang sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. Ini adalah apartment yang kubelikan untuknya.

Dew berkata , "Kamu adalah jenis pria terbaik yang menarik para gadis."

Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru
menikah,istriku pernah berkata, "Pria sepertimu,begitu sukses, akan menjadi sangat menarik bagi para gadis."

Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu kalo aku
telah menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya.
Aku melepaskan tangan Dew dan berkata, "Kamu harus pergi membeli
beberapa perabot, O.K.?.Aku ada sedikit urusan dikantor"

Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya. Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun, aku merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun kujelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya,ia adalah seorang istri yang baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai didepan TV.

Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-sama.
Atau aku akan menghidupkan komputer, membayangkan tubuh Dew. Ini adalah
hiburan bagiku.

Suatu hari aku berbicara dalam guyon, "Seandainya kita bercerai, apa
yang akan kau lakukan? "

Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia
percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yang sangat jauh darinya. Aku
tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius.

Ketika istriku mengunjungi kantorku, Dew baru saja keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengan ia. Ia kelihatan sedikit kecurigaan. Ia berusaha tersenyum pada bawahan-bawahanku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya.

Sekali lagi, Dew berkata padaku," He Ning, ceraikan ia, O.K.? Lalu kita akan hidup bersama."

Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu lagi.

Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, ku pegang tangannya,"Ada sesuatu yang harus kukatakan"

Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka dimatanya. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalo aku terus berpikir.

"Aku ingin bercerai", ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang.

Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku, tapi ia bertanya secara lembut,"kenapa? "

"Aku serius."

Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah.
Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku,"Kamu bukan laki- laki!".

Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Dew.

Dengan perasaan yang amat bersalah, Aku menuliskan surat perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yang asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah kuucapkan.

Akhirnya ia menangis dengan keras didepanku, dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh-sungguh telah terjadi.

Pada larut malam,aku kembali ke rumah setelah menemui klienku.
Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur kembali.

Ia menuliskan syarat-syarat dari perceraiannya. Ia tidak menginginkan apapun dariku,tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya, dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti biasanya.

Alasannya sangat sederhana: Anak kami akan segera menyelesaikan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami.

Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya," He Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita?"

Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku.

Aku mengangguk dan mengiyakan. "Kamu membopongku dilenganmu", katanya,

"Jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu."

Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri dengan suasana romantis.

Aku memberitahukan Dew soal syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. "Bagaimanapun trik yang ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini," ia mencemooh.

Kata-katanya membuatku merasa tidak enak.

Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. Kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya dihari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami,"Wah, papa membopong mama, mesra sekali"

Kata-katanya membuatku merasa sakit.. Dari kamar tidur ke ruang duduk,
lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut," Mari kita mulai hari ini, jangan memberitahukan pada anak kita."

Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang.Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.

Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku,kami begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium wangi dibajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi, beberapa kerut tampak di wajahnya.

Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, "Kebun diluar sedang dibongkar, hati-hati kalau kamu lewat sana."

Hari keempat,ketika aku membangunkannya, aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku dilenganku.

Bayangan Dew menjadi samar.

Pada hari kelima dan enam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti, dimana ia telah menyimpan baju-bajuku yang telah ia setrika, aku harus hati-hati saat memasak,dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat.

Aku tidak memberitahu Dew tentang ini.

Aku merasa begitu ringan membopongnya. Berharap setiap hari pergi ke
kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya,"Kelihatann ya tidaklah sulit membopongmu sekarang"

Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya
keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yang cocok.

Lalu ia melihat,"Semua pakaianku kebesaran".

Aku tersenyum.Tapi tiba-tiba aku menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati.

Sekali lagi , aku merasakan perasaan sakit ,tanpa sadar ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut.

"Pa,sudah waktunya membopong mama keluar"

Baginya,melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yang penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia dilenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih.

Pada hari terakhir,ketika aku membopongnya dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, "Sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua".

Aku memeluknya dengan kuat dan berkata "Antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra".

Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga.

Dew membuka pintu. Aku berkata padanya," Maaf Dew, Aku tidak ingin bercerai. Aku serius".

Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku.
"Kamu tidak demam".

Kutepiskan tanganya dari dahiku "Maaf, Dew,Aku cuma bisa bilang maaf
padamu,Aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai dari kehidupan,bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu"

Dew tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak.

Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku.

Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis dalam kartu ucapan?

Aku tersenyum, dan menulis " Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua..."

Selanjutnya...

Kisah Wanita yang Selalu Berbicara Dengan Bahasa Al-Qur'an

Berkata Abdullah bin Mubarak Rahimahullahu Ta'ala :
Saya berangkat menunaikan Haji ke Baitullah Al-Haram, lalu berziarah ke
makam Rasulullah sallAllahu 'alayhi wasallam. Ketika saya berada disuatu sudut jalan, tiba-tiba saya melihat sesosok tubuh berpakaian yang dibuat dari bulu. Ia adalah seorang ibu yang sudah tua. Saya berhenti sejenak
seraya mengucapkan salam untuknya. Terjadilah dialog dengannya beberapa saat.

Dalam dialog tersebut wanita tua itu , setiap kali menjawab pertanyaan
Abdulah bin Mubarak, dijawab dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an.
Walaupun jawabannya tidak tepat sekali, akan tetapi cukup memuaskan, karena
tidak terlepas dari konteks pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Abdullah : "Assalamu'alaikum warahma wabarakaatuh. "
Wanita tua : "Salaamun qoulan min robbi rohiim." (QS. Yaasin : 58) (artinya
: "Salam sebagai ucapan dari Tuhan Maha Kasih")

Abdullah : "Semoga Allah merahmati anda, mengapa anda berada di tempat ini?"
Wanita tua : "Wa man yudhlilillahu fa la hadiyalahu." (QS : Al-A'raf : 186 )
("Barang siapa disesatkan Allah, maka tiada petunjuk baginya")

Dengan jawaban ini, maka tahulah saya, bahwa ia tersesat jalan.

Abdullah : "Kemana anda hendak pergi?"
Wanita tua : "Subhanalladzi asra bi 'abdihi lailan minal masjidil haraami
ilal masjidil aqsa." (QS. Al-Isra' : 1) ("Maha suci Allah yang telah
menjalankan hambanya di waktu malam dari masjid haram ke masjid aqsa")

Dengan jawaban ini saya jadi mengerti bahwa ia sedang mengerjakan haji dan
hendak menuju ke masjidil Aqsa.

Abdullah : "Sudah berapa lama anda berada di sini?"
Wanita tua : "Tsalatsa layaalin sawiyya" (QS. Maryam : 10) ("Selama tiga
malam dalam keadaan sehat")

Abdullah : "Apa yang anda makan selama dalam perjalanan?"
Wanita tua : "Huwa yut'imuni wa yasqiin." (QS. As-syu'ara' : 79) ("Dialah
pemberi aku makan dan minum")

Abdullah : "Dengan apa anda melakukan wudhu?"
Wanita tua : "Fa in lam tajidu maa-an fatayammamu sha'idan thoyyiban" (QS.
Al-Maidah : 6) ("Bila tidak ada air bertayamum dengan tanah yang bersih")

Abdulah : "Saya mempunyai sedikit makanan, apakah anda mau menikmatinya? "
Wanita tua : "Tsumma atimmus shiyaama ilallaiil." (QS. Al-Baqarah : 187)
("Kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam")

Abdullah : "Sekarang bukan bulan Ramadhan, mengapa anda berpuasa?"
Wanita tua : "Wa man tathawwa'a khairon fa innallaaha syaakirun 'aliim."
(QS. Al-Baqarah : 158) ("Barang siapa melakukan sunnah lebih baik")

Abdullah : "Bukankah diperbolehkan berbuka ketika musafir?"
Wanita tua : "Wa an tashuumuu khoirun lakum in kuntum ta'lamuun." (QS.
Al-Baqarah : 184) ("Dan jika kamu puasa itu lebih utama, jika kamu
mengetahui")

Abdullah : "Mengapa anda tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan saya?"
Wanita tua : "Maa yalfidhu min qoulin illa ladaihi roqiibun 'atiid." (QS.
Qaf : 18) ("Tiada satu ucapan yang diucapkan, kecuali padanya ada Raqib
Atid")

Abdullah : "Anda termasuk jenis manusia yang manakah, hingga bersikap
seperti itu?"
Wanita tua : "Wa la taqfu ma laisa bihi ilmun. Inna sam'a wal bashoro wal
fuaada, kullu ulaaika kaana 'anhu mas'ula." (QS. Al-Isra' : 36) ("Jangan
kamu ikuti apa yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan
hati, semua akan dipertanggung jawabkan")

Abdullah : "Saya telah berbuat salah, maafkan saya."
Wanita tua : "Laa tastriiba 'alaikumul yauum, yaghfirullahu lakum."
(QS.Yusuf : 92) ("Pada hari ini tidak ada cercaan untuk kamu, Allah telah
mengampuni kamu")

Abdullah : "Bolehkah saya mengangkatmu untuk naik ke atas untaku ini untuk
melanjutkan perjalanan, karena anda akan menjumpai kafilah yang di depan."
Wanita tua : "Wa maa taf'alu min khoirin ya'lamhullah. " (QS Al-Baqoroh :
197) ("Barang siapa mengerjakan suatu kebaikan, Allah mengetahuinya" )

Lalu wanita tua ini berpaling dari untaku, sambil berkata :
Wanita tua : "Qul lil mu'miniina yaghdudhu min abshoorihim. " (QS. An-Nur :
30) ("Katakanlah pada orang-orang mukminin tundukkan pandangan mereka")

Maka saya pun memejamkan pandangan saya, sambil mempersilahkan ia
mengendarai untaku. Tetapi tiba-tiba terdengar sobekan pakaiannya, karena
unta itu terlalu tinggi baginya. Wanita itu berucap lagi.

Wanita tua : "Wa maa ashobakum min mushibatin fa bimaa kasabat aidiikum."
(QS. Asy-Syura' 30) ("Apa saja yang menimpa kamu disebabkan perbuatanmu
sendiri")

Abdullah : "Sabarlah sebentar, saya akan mengikatnya terlebih dahulu."
Wanita tua : "Fa fahhamnaaha sulaiman." (QS. Anbiya' 79) ("Maka kami telah
memberi pemahaman pada nabi Sulaiman")

Selesai mengikat unta itu sayapun mempersilahkan wanita tua itu naik.

Abdullah : "Silahkan naik sekarang."
Wanita tua : "Subhaanalladzi sakhkhoro lana hadza wa ma kunna lahu
muqriniin, wa inna ila robbinaa munqolibuun. " (QS. Az-Zukhruf : 13-14)
("Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini pada kami sebelumnya
tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya kami akan kembali pada tuhan kami")

Sayapun segera memegang tali unta itu dan melarikannya dengan sangat
kencang. Wanita tua itu berkata lagi.
Wanita tua : "Waqshid fi masyika waghdud min shoutik" (QS. Lukman : 19)
("Sederhanakan jalanmu dan lunakkanlah suaramu")

Lalu jalannya unta itu saya perlambat, sambil mendendangkan beberapa syair,
Wanita tua itu berucap.
Wanita tua : "Faqraa-u maa tayassara minal qur'aan" (QS. Al- Muzammil : 20)
("Bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Qur'an")

Abdullah : "Sungguh anda telah diberi kebaikan yang banyak."
Wanita tua : "Wa maa yadzdzakkaru illa uulul albaab." (QS Al-Baqoroh : 269)
("Dan tidaklah mengingat Allah itu kecuali orang yang berilmu")

Dalam perjalanan itu saya bertanya kepadanya.

Abdullah : "Apakah anda mempunyai suami?"
Wanita tua : "Laa tas-alu 'an asy ya-a in tubda lakum tasu'kum" (QS.
Al-Maidah : 101) ("Jangan kamu menanyakan sesuatu, jika itu akan
menyusahkanmu" )

Ketika berjumpa dengan kafilah di depan kami, saya bertanya kepadanya.

Abdullah : "Adakah orang anda berada dalam kafilah itu?"
Wanita tua : "Al-maalu wal banuuna zinatul hayatid dunya." (QS. Al-Kahfi :
46) ("Adapun harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia")

Baru saya mengerti bahwa ia juga mempunyai anak.

Abdullah : "Bagaimana keadaan mereka dalam perjalanan ini?"
Wanita tua : "Wa alaamatin wabin najmi hum yahtaduun" (QS. An-Nahl : 16)
("Dengan tanda bintang-bintang mereka mengetahui petunjuk")

Dari jawaban ini dapat saya fahami bahwa mereka datang mengerjakan ibadah
haji mengikuti beberapa petunjuk. Kemudian bersama wanita tua ini saya
menuju perkemahan.

Abdullah : "Adakah orang yang akan kenal atau keluarga dalam kemah ini?"
Wanita tua : "Wattakhodzallahu ibrohima khalilan" (QS. An-Nisa' : 125)
("Kami jadikan Ibrahim itu sebagai yang dikasihi") "Wakallamahu musa
takliima" (QS. An-Nisa' : 146) ("Dan Allah berkata-kata kepada Musa") "Ya
yahya khudil kitaaba biquwwah" (QS. Maryam : 12) ("Wahai Yahya pelajarilah
alkitab itu sungguh-sungguh" )

Lalu saya memanggil nama-nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya Yahya, maka keluarlah
anak-anak muda yang bernama tersebut. Wajah mereka tampan dan ceria, seperti
bulan yang baru muncul. Setelah tiga anak ini datang dan duduk dengan tenang
maka berkatalah wanita itu.

Wanita tua : "Fab'atsu ahadaku bi warikikum hadzihi ilal madiinati
falyandzur ayyuha azkaa tho'aaman fal ya'tikum bi rizkin minhu." (QS.
Al-Kahfi : 19) ("Maka suruhlah salah seorang dari kamu pergi ke kota dengan
membawa uang perak ini, dan carilah makanan yang lebih baik agar ia membawa
makanan itu untukmu")

Maka salah seorang dari tiga anak ini pergi untuk membeli makanan, lalu
menghidangkan di hadapanku, lalu perempuan tua itu berkata :

Wanita tua : "Kuluu wasyrobuu hanii'an bima aslaftum fil ayyamil kholiyah"
(QS. Al-Haqqah : 24) ("Makan dan minumlah kamu dengan sedap, sebab amal-amal
yang telah kamu kerjakan di hari-hari yang telah lalu")

Abdullah : "Makanlah kalian semuanya makanan ini. Aku belum akan memakannya
sebelum kalian mengatakan padaku siapakah perempuan ini sebenarnya."

Ketiga anak muda ini secara serempak berkata :

"Beliau adalah orang tua kami. Selama empat puluh tahun beliau hanya
berbicara mempergunakan ayat-ayat Al-Qur'an, hanya karena khawatir salah
bicara."

Maha suci zat yang maha kuasa terhadap sesuatu yang dikehendakinya. Akhirnya
saya pun berucap :

"Fadhluhu yu'tihi man yasyaa' Wallaahu dzul fadhlil adhiim." (QS. Al-Hadid :
21) ("Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendakinya, Allah
adalah pemberi karunia yang besar")

[Disarikan oleh: DHB Wicaksono, dari kitab Misi Suci Para Sufi, Sayyid
Abubakar bin Muhammad Syatha, hal. 161-168] dari Situs Al-Muhajir]

Selanjutnya...