Jumat, 21 November 2008

DPR Bukan Eksekutorial

Firman Jaya Daely, Caleg DPR RI Asal PDI Perjuangan Dapil Kepri

Satu lagi calon anggota DPR RI daerah pemilihan Kepri muncul. Kali ini adalah Firman Jaya Daely, celeg Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pertemuan dengan Firman dihelat ruang tamu kediaman Soerya Respationo, Ketua DPD PDI Perjuangan Kepri yang kini menjabat Ketua DPRD Batam.

Apa yang mendorongnya mencalonkan diri jadi Caleg DPR RI dari Dapil Kepri?
Berikut petikan wawancara yang dirangkum Jamil Qasim belum lama ini.


Saat wawancara berlangsung, Soerya Respationo ikut mendampingi. Pagi tiu, Firman mengenakan pakaian serba hitam, kulitnya bersih, rambut keritingnya teratur rapi, mengingatkan pada wajah Andi F Noya, presenter kondang Kick Andy yang tayang di >Metro TV

.

Firman merupakan mantan anggota DPR RI periode 1999-2004 dapil Sumatera Utara. Namun pada pemilu 2009 ini, ia kembali dipercaya untuk maju sebagai caleg dari dapil Kepri. ”Ketua umum (Magawati Soekarnoputri) memberi mandat pada saya untuk mewakili Kepri di DPR,” tegasnya.
Selanjutnya Batam Pos

pun terlibat perbincangan hangat. Adapun perkenalannya terhadap Kepri dimulai, saat dia gigih merumuskan pemekaran Kepri menjadi provinsi, lepas dari Provinsi Riau. Saat itu dia rasakan memang cukup berat, mengingat banyak penentangan dari beberapa pucuk pimpinan baik eksekutif dan legislatif di Riau.

Karena itulah, nilai historis Kepri terus melekat di benaknya. Dia ingin agar suatu saat Kepri lebih maju lagi. “Posisinya sangat strategis, menjadi gerbang internasional. Selain itu memiliki sumber daya yang besar. Maka itu, daerah ini harus terus dibuka,” ujarnya.
Apa pertimbangan partai sehingga Anda dipilih DPP PDIP jadi caleg dari Dapil Kepri?

Pada dasarnya Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan harus ada yang ditugaskan di Kepri. Karena bagi Ibu Mega Kepri memiliki perhatian khusus. DPP memandang Kepri ini sebagai daerah yang sangat strategis, maka seyogyanya harus ada pengurus DPP yang ditempatkan di daerah ini.
Dari keputusan pusat itu, ternyata saya yang sering berkunjung di daerah Riau termasuk di Kepri. Jadi dengan ditempatkan Kepri jadi perihatian khusus, maka hubungannya jadi tersambung.


Sejauh mana Anda mengetahui tentang Kepri?



Itu relatif ya. Karena tidak ada juga ukuran formal secara matematika. Setidaknya dari awal kami melakukan inisiatif untuk memekarkan Kepri sejak tahun 2000 sewaktu saya di Komisi II DPR RI.

Posisi saya di sini bukan menempatkan diri sebagai pahlawan, tetapi yang pahlawan itu adalah rakyat. Karena kita tidak ada apa-apanya tanpa rakyat. Pada saat itu, ada sejumlah anggota DPRD secara pribadi mendukung sepenuhnya. Namun tidak mendapat restu dari Pemprov Riau yang oleh Gubernur Riau Saleh Djasit waktu itu. Memang, menurut persyaratan di dalam undang-undang seharusnya memang harus ada persetujuan Pemprov yang di awali dengan persetujuan DPRD. Tetapi memang pemerintah nasional di pusat yang memiliki kewenangan untuk membuat UU dalam hal ini presiden dan DPR RI sudah setuju maka semestinya tidak ada persoalan untuk pemekaran. Tetapi memang itu menjadi hambatan awal, karena menyangkut soal anggaran dari daerah provinsi induk untuk pengembangan daerah baru.

***

Sebagai politisi kakap, Firman memag cukup santun. Suaranya pun mengalir lembut. Yang menarik, selama diskusi tak sekalipun Firman memotong apalagi merendahkan lawan bicaranya.

Semua hal yang disampaikan kepadanya, selalu dia simak dengan baik, lalu dijawab dengan baik pula. Kalau ada yang menurutnya janggal, langsung diluruskan. Katanya supaya tak terjadi salah penafsiran.

Hal ini tampak saat ketika ditanya apa program dia saat kelak terpilih menjadi wakil Kepri di DPR. Mendengar kata ”program”, Firman langsung meluruskannya.

”Saya rasa bukan ’program’ karena tugas anggota DPR bukan membuat program. DPR itu hanya berfungsi pengawasan, fungsi anggaran dan fungsi legislasi. Jika nanti ada aspirasi dari bawah tugas merekalah yang menyampaikan ke eksekutif. Untuk itulah DPR harus banyak turun, menyerap aspirasi masyarakat yang diwakilinya,” jelasnya.


Setelah terpilih, apa program dan harapan yang diberikan untuk Kepri?

Begini, di DPR RI itu tidak memiliki dan melaksanakan program seperti eksekutif. Tetapi setidaknya kita ingin mendengar rakyat apa yang menjadi problemnya di Provinsi Kepri yang berbasis pantai dan pulau-pulau kecil ini. Kemudian kita tahu persis bahwa wilayah Kepri memiliki industri perdagangan, perikanan dan kelautan. Itu semua harus berefek pada dua hal yaitu pengembangan dan pembangunan Kepri yang berbasis pada kabupaten dan kota. Selain membangun daerah juga harus membangun ekonomi rakyat pedesaan yang berbasis kesejahteraan rakyat.

Dari mana kita peroleh itu? Tentu dari elemen terkait. Mulai dari Pemko/Pemkab hingga jajaran di bawah, LSM, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, media cetak dan elektronik dan simpul lainnya. Dari elemen inilah yang harus kita dengar. Dari yang kita dengar ini baru kita artikulasi dan kita perjuangan di tingkat pusat. Artinya, komunikasi seperti itu yang harus terus dibangun. Dan saya punya pengalaman duduk di legislatif sejak 1999. Jadi komunikasi yang dibangun itu bukan hanya pada saat masa reses saja, namun pertemuan-pertemuan non formal dengan berbagai elemen tetap harus dilakukan sehingga mengetahui betul hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Dari situ kita bisa jabarkan.

Jadi yang pertama yang harus dibangun adalah komunikasi dan koordinasi. Jadi kalau komunikasi dan koordinasi sudah dibangun maka akan memudahkan untuk mencapai sasaran yang akan kita lakukan. Tapi perlu diketahui bersama bahwa DPR itu bukan berfungsi sebagai eksekutorial. Tetapi DPR RI berfungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.

***

Firman memang orang lapangan. Turun lapangan sudah menjadi lalapannya sejak dulu. Tak heran, saat baru sampai di Batam saja, Firman sudah tak sabar mengunjungi masyarakat pulau, di samping program lainnya dengan mengunjungi beberapa kantor media cetak dan elektronik.


Bagaimana peran anda untuk menggesa penghapusan PP 63 tahun 2003 di Batam?



Kalau masalah itu tentu harus ada konsolidasi yang utuh dan penuh dari masyarakat dan pemerintah setempat. Dan itu nantinya dikonsulidasikan dengan teman-teman di DPR RI. Kita harus gotong royong bersama masyarakat dan elemen lain, bahwa keinginan masyarakat seperti ini. Ini kan sebenarnya bisa dikomunikasi dengan pemerintah pusat. Pemerintah pusat harus menyesuaikan diri dengan upaya kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat. Jadi di sini yang harus dikedepankan adalah kepentingan rakyat, pemerintah itu kan pelayan rakyat. Karena kalau tidak ada sanksi politik. Keputusan politik dan ekonomi tetap harus bersinggungan dan memperkuat rakyat.***
<@JUD 1 Kol:>Dari Kecil Dampingi Percakapan Ayah
<@Body Text --- 9.8new:>Firma

Jaya Daely lahir di Nias, 14 Desember 1968. Firman kecil hidup di lingkungan keluarga yang sudah mapan. Orang tuannya termasuk orang terpandang di kampungnya.
Yang paling diingat saat kecilnya dulu adalah ketika ada tamu yang ada ke rumahnya baik dalam rangka diskusi atau hanya sekadar berkunjung biasa ia selalu mendengar percakapan orang tuanya. ‘’Saat SD saya paling sering mendampingi ayah dan mendengarkan percakapan mereka,’’ ungkapnya.
Sejak duduk di SMP termasuk anak yang pintar di sekolah. Ia selalu mendapatkan juara kelas di sekolah. Selain pintar, di sekolahnya ia juga aktif di organisasi. Bahkan sejak SMP hingga SMA ia pernah menjadi Ketua OSIS. Saat duduk di sekolah SMP ia sudah mulai membaca bermacam-macam jenis buku.
”Di SMP saya sudah membaca buku Pergolakan Pemikiran Islam

yang ditulis Ahmad Wahid dan >Catatan Seorang Demostran

yang ditulis Soe Hok Gie,’’ katanya.
Menurutnya, kedua penulis itu berteman baik, Soe Hok Gie kuliah di Universitas Indonesia dan Ahmad Wahid kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, dan keduanya pun meninggal di usia muda.
Mula perkenalannya di dunia politik pun bukanlah dimulai dari balik meja. Saat di SMA, ia juga mulai banyak membaca buku-buku Bung Karno. Di PDIP sendiri, Firman memulai karirnya di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), sebuah lembaga pemikir dan peneliti di bawah komando Kwik Kian Gie.
Hingga akhirnya, Firman terpilih menjadi anggota DPR termuda dari PDIP. Pada saat itu usia baru 31 tahun. Sedangkan rekan-rekannya di Balitbang banyak yang diangkat menjadi menteri di era Megawati.
Beranjak dari latar belakang itulah, kinerja Firman selalu terencana dengan baik, bukan latah, siang dibuat, malam dirombak. Firman tak hanya paham teori, namun juga realitas lapangan dengan apa yang dia sebut data empiris. 0>
Untuk mendukung kinerjanya itu, Firman banyak melalap buku bacaan. “Sejak kecil saya memang suka baca,” ujarnya. Makanya, hingga saat ini koleksi buku bacaan Firman memenuhi ruang kerja bahkan hingga ke kamar tidurnya.
”Di ranjang saya juga ada buku-buku bacaan,” jelasnya.
Lalu, buku bacaan apa yang menjadi kesukaan Firman? “Tentu, saya suka buku (yang mengupas soal ilmu) hukum, politik dan sosial, sesuai bidang yang saya geluti saat ini,” jelasnya.
Saking cintanya membaca buku, ia selalu meluangkan waktu 6 jam sehari hanya untuk membaca buku. ‘’Tapi membacanya bukan langsung selama enam jam tanpa istrahat,’’ jelasnya.
Firman juga suka membaca buku biografi. Namun buku itu dipakai bukan untuk mencontoh sosoknya, melainkan untuk memahami pemikirannya saja.0>
Setelah usai membaca buku, selanjutnya Firman melakukan observasi lapangan. Dengan demikian, dia tak terjebak dengan hal-hal yang ada di buku, yang bisa jadi kondisinya sudah berbeda dengan saat ini.
Yang menarik dari perbincangan ini, ternyata Firman agak kagok saat difoto. Hal ini terjadi ketika kami memotretnya di sela-sela diskusi, alur bicara Firman langsung terhenti. Dia langsung terdiam, lalu mengulang lagi pebicaraan dari awal.
Sisi lainnya, Firman ternyata penyuka warna hitam, mirip Permadi, politisi senior dari PDIP juga. Terbukti, saat pertemuan itu Firman memakai kemeja hitam dan celana kain warna senada. Tak hanya itu, Firman juga memiliki koleksi jaket hitam juga. ”Koleksi pakaian hitam saya memang banyak,” akunya.0>
Kenapa suka hitam? “Ya, simple saja,” jawabnya. (jaq)

Selanjutnya...

Masyarakat Kepri Sudah Dewasa

Rahmatsyah Ramadhany MBA,MSc, Caleg DPR RI Asal Partai Golkar Dapil Kepri

Selasa (7/10) sekitar pukul 14.15,Batam Pos bertemu Rahmatsyah Ramadhany MBA,MSc, atau biasa disapa Bang Dhany Ismeth. Nama ”Ismeth” merujuk pada nama ayahandanya, Ismeth Abdullah yang kini menjabat Gubernur Kepulauan Riau. Bang Dhany Ismeth diusung Partai Golkar untuk menuju kursi DPR RI dari Provinsi Kepri.
Dengan latar belakang praktisi ekonomi,kenapa terjun ke politik praktis? Dan bagaimana kiprahnya di tengah bayang-bayang nama besar keluarga? Berikut petikan wawancarannya.

Pertemuan kami dan Dhany Ismeth dihelat di sebuah rumah, kawasan elit Batam Center. Rumah tertutup pagar besi tinggi ini terletak di pojokan.
Tanahnya sangat luas, di samping kiri ada sebuah tanah kosong. Di sana berdiri sebuah gazebo berbahan bambu dan beberapa tanaman hias.
Saat saya ke sana, dua orang Dhany Ismeth menyambut. “Oh tak usah dilepas, masuk aja” katanya, saat melihat kami akan melepas sandal yang kotor dan basah oleh hujan. Memang saat itu hujan deras beserta guntur tengah menguyur, membuat pakaian basah.
Selanjutnya kami dibimbing menuju ruang tamu yang berada di sayap kanan rumah. Lantainya berbahan kayu batangan warna coklat tua. Untuk menuju ruang tamu ini, kami melintasi ruang dekat pintu. Jika digabung, luasnya mencapai 50 meter persegi.
Meski besar, rumah ini dibiarkan kosong. Perabot yang ada tak banyak; di ruang tamu hanya ada satu set sofa vinyl warna hitam. Di sisi kanan dindingnya, terpajang sebuah lukisan 2 meter x 180 cm, bergaya Victoria berbingkai plastik dengan relif ukir warna keemasan.
Siang itu, Dhany Ismeth tampil sangat casual

. Ujung kemeja putih lengan pendek yang dia kenakan tampak dibiarkan tak terobras, sehingga seratnya berhambur ke luar. Sebuah kaca mata minus frame ramping menghias kedua matanya. Modelnya mirip yang dipakai penyanyi Afgan.
Dari gambaran ini, jelas bahwa Dhany orang yang terorganisir dan memperhatikan penampilan. Istilahnya fashionable. Tak heran saat akan kami foto dia menolak, “Jangan deh, tak enak. Masak saya pakai baju seperti ini? Nanti saya kasih foto yang rapi,” balasnya.
***
Majunya Anda menjadi caleg, apa ada pengaruh dari nama besar orang tua Anda yang notabene Gubernur Kepri?

>
Memang itu pertanyaan yang klise. Dan pertanyaan itu banyak sekali ditanyakan ke saya. Selama 11 tahun, sejak tahun 1978 rasanya saya tidak bisa menutupi diri lagi. Jadi selama ini, saya lebih banyak berperan di balik layar karena selama ini itulah yang saya jaga (nama besar orang tua, >red

), jangan sampai image

di masyarakat tidak baik. Tapi lama kelamaan hal itu tidak bisa lagi dan sudah waktunya harus maju. Kalau kita mempunyai kapasitas untuk berbuat, rasa-rasanya masyarakat di Kepri ini sudah tahu lah. Bagaimana kepemimpinan gubernur Kepri sekarang, idealismenya, komitmennya dan konventensinya tidak diragukan lagi.
Dan gubernur perlu didukung oleh banyak orang yang mempunyai pemikiran yang sama agar tidak keluar dari rel awal Provinsi Kepri ini dibentuk. Jadi saya rasa masyarakat Kepri sudah dewasa.
Jadi kadang saya berkifir di luar sistem pun saya bisa membantu, apalagi kalau saya sudah di dalam. Siapa nanti yang akan menikmati, tentu teman-teman di Kepri.
***
Pengalamannya berorganisasi di AMPI dan di Golkar, membuatnya cukup tuntas dan rinci saat berbicara. Di sini kiprah Dhany banyak bergelut di bidang hubungan luar negeri, sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Terlepas dari dia anak seorang gubernur, Dhany sendiri termasuk orang muda yang sukses dan berotak encer. Di usianya, sudah menjabat bagian >Treasury

di Bank Eksim. Di bank, jabatan ini merupakan posisi puncak.
“Orang banyak melihat keluarga kami yang sekarang. Padahal dulu kami tak seperti ini. Sejak kecil saya selalu dididik mandiri. Bahkan saat kuliah, saya kerap nyambi bekerja kasar seperti memotong bingkai, sebelum akhirnya bekerja sebagai bendahara kampus,” kisahnya.
Dhany adalah lulusan universitas di Amerika. Tak heran dia sangat amat fasih dan berpengalaman dalam hubungan luar negeri. Pengalaman kerjanya di bank membuatnya tak hanya mahir bekerja, namun berbicara dan menganalisa soal ekonomi khususnya keuangan. Semua instrumen dia hafal, mulai capital market dan equity market, hingga menejemen perencanaan yang dia sebut management by insiden dan managemen by objektif.
Apa program yang harus Anda lakukan nanti?


Seperti yang sudah saya jelaskan tadi, program yang harus segera dilakukan menyongsong FTZ ini adalah peningkatan SDM masyarakat Kepri. Dengan SDM itu, masyarakat tempatan bisa bersaing dengan pekerja asing. Saya akan memperjuangkan agar level manejer perusahaan asing di Batam, bisa diisi warga tempatan. Jangan hanya di level operator saja.
Selain itu kita akan mencanangkan program peningkatan masyarakat usaha. Program ini mengajak seluruh masyarakat menjadi wirausaha, jadi lebih maju dari program UKM yang selama ini dicanangkan.
Program yang akan saya lounching di Kepri dalam waktu dekat ini adalah Badan Pengembangan Kelompok Profesi Masyarakat (BPKPM). Program ini sudah disetujui pemerintah pusat. Selama ini masyarakat sering dihembus program ekonomi kerakyatan, namun untuk mendapat kredit UKM itu tidak mudah. Programan BPKPM ini baru ada 14 di Indonesia, mudah-mudahan Provinsi Kepri yang ke-15. Tugas badan ini adalah menfasilitasi dan membantu menjamin kredit-kredit yang dikucurkan oleh bank-bank plat merah (BRI, BNI dan Bukopin) yang sudah bekerja sama dengan Departemen Pertanian, Departemen Koperasi dan UKM.
Terlepas sebagai caleg atau tidak, program ini terus harus bergulir. Mudah-mudahan ini akan menjadi tali dari saya nanti untuk saya sumbangkan ke Kepri melalui kontituen saya. Setelah UKM ini tumbuh kita baru investor yang disongsong oleh FTZ.
Jadi kalau kehidupan rakyat sudah terpenuhi, maka mereka akan meningkatkan kualitas.
***


Batam Pos

juga meminta agar Dhany berkomitmen supaya tak melupakan Kepri-1> jika terpilih kelak. Dhany pun setuju. Menurutnya, memang komitmen itu perlu. “Saat ini sudah terlalu banyak orang (DPR) yang pantar, namun yang penting kita punya kecintaan dan komitmen terhadap daerahnya. Mereka hanya memandang jabatan sebagai pekerjaan saja, bukan amanah,” sebut pria yang suka >travelling

.
Dilanjutkannya, kalau semua lembaga legislatif dan eksekutif di Pemprov kompak, semua krisis di Kepri bisa dilalui dengan cepat.
Saat ditanya bagaimana warga Kepri bisa mengetahu kinerja Dhany untuk daerah ini, saat sudah duduk di DPR nanti? Dhany menjawab akan melakukan komunikasi intens dengan media. Selain itu, dia akan menjemput masalah, memasang mata dan telinga tentang apa yang terjadi di Kepri ini. Sehingga bisa langsung memecahkannya.
Hal ini juga sempat dilakukan salah seorang Wali Kota New York. Setiap minggu, dia menyediakan waktu bagi masyarakat untuk mengetahui kinerjanya. Tak usah jauh-jauh, Wapres Jusuf Kalla juga melakukan ini tiap habis salat Jumat. ”Untuk Kepri, saya akan berupaya membuka ponsel 24 jam penuh,” tegas bapak yang hobi naik sepeda ini.

Setelah nanti Anda terpilih, apa kiat-kiatnya untuk mendatangkan investor?


Saat ini regulisasi kawasan FTZ sudah dibentuk, dan BPK (Badan Pengusaha Kawasan) di masing masing-masing wilayah juga sudah dibentuk, namun karena juklaknya belum ada dari pusat sehingga berjalan maksimal, akhirnya PP 63 belum dicabut. Yang terpenting kita di Kepri ini, meskipun kita terbagi dari berbagai lembaga, adan Pemprov, pemko dan Otorita Batam,harus punya satu visi. Ibarat suatu kereta kita harus punya satu tujuan mudah-mudahan kita yang di dalam satu kereta ini bisa mengantarkan Kepri untuk mencapai satu tujuan. Di kala, di masing-masing kereta ini sedikit saja ada yang menyimpang dari jalur, di situlah kelemahan kita. Kita harus berjuang agar kepastian hukum yang diberikan pemerintah pusat untuk kawasan FTZ di Kepri ini betul-betul konkret dan tetap. Jangan terpaku pada satu solusi yang sifatnya sementara.Kita harus tetap punya strategi jangka panjang kita, jadi pemerintah pusat akan melihat bahwa pemerintah di Kepri sudah satu suara. Itu seharusnya yang harus diperjuangkan oleh wakil rakyat yang berasal dari Provinsi Kepri.
Jadi mudah-mudahan saya dipercaya oleh masyarakat Kepri yang memahami betul permasalahan masyarakat Kepri dari awal.
Selain untuk menyongsong FTZ ini kita harus segera bergerak untuk mempersiapkan SDM (sumber daya manusia) melalui pendidikan formal dan non formal. Sehingga para birokrasi kita yang menjembatani para investor mempunyai daya tinggi inteltual dalam posisi tawar yang para investor. Kita di daerah perbatasam sebenarnya banyak potensi kita di Kepri yang harus di perjuangkan, misalnya di Natuna memiliki potensi gas, Lingga memiliki potensi perikanan. Bagaimana nanti kalau investor masuk, apa yang harus dipersiapkan? Maka tidak lain yang harus kita persiapkan adalah SDM yang handal. Dengan SDM yang handal kita tentu memikili posisi tawar dengan investor. Posisi tawar kita tidak hanya pada investor namun juga pada pemerintah pusat.Para legislator juga harus memahami konsep pembangunan daerah.
Kali ini, saya ingin mengajak pada seluruh masyarakat Kepri pilihlah wakil rakyat yang kita ketahui. Kadang masyarakat kita tidak mau tahu DPR pusat, dia hanya mau tahu DPRD provinsi dan kotanya. Padahal bagi kita yang tinggal di perbatasan banyak ditentukan oleh kebijakan di DPR pusat. Pilih mereka yang punya komitmen untuk daerah ini. Saya pertama kali memutuskan untuk maju, karena saya merasa dari sini, orang sini, saya punya usaha di sini, teman-teman saya di sini jadi kecil kemungkinan tali silaturahmi kita dengan masyarakat di sini akan terputus. Ini memang beban dan tanggung jawab saya. ***

Bankir yang Aktif di Kepemudaan dan Pendidikan
Rahmatsyah

Ramadhany, MBA.MSc atau lebih akrab disapa Dhany Ismeth 0.01>menyimpan banyak obsesi untuk kemajuan pendidikan dan kepemudaan di wilayah ini.0>
Ia merupakan sosok yang masih tergolong junior namun memiliki pola pikir yang matang. Jebolan Master of Business Administration Jurusan Perbankan dan Master of Science Jurusan Corporate Finance, Golden Gate University, San Fransisco,USA ini sehari – harinya melakoni hidup sebagai seorang pengusaha, aktivis kepemudaan hingga menjadi seorang pendidik. Sejak tahun 2000, Dhany menjadi Direktur Tritunas Group, sebuah perusahaan dengan bisnis utama bidang indrustri perhotelan dan restoran.
Bersama Tritunas Group ia menjadi Ketua Yayasan Tritunas Bangsa, sebuah yayasan sosial bidang Pusat Rehabil-1>itasi Korban Narkoba di Batam sekaligus menjadi Direktur PT Tritunas Karya yang bergerak di sektor kontruksi dan properti.
Pada bidang kepemudaan, sosok yang gemar berdiskusi ini tercatat sebagai Ketua Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Provinsi Kepulauan Riau ( 2004 – Sekarang ), dan sejak tahun 2005 samapai dengan sekarang Dhany dipercaya sebagai Sekjen Majelis Pemuda Indonesia (MPI) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Kepulauan Riau. Sementara dibidang pendidikan, sejak tahun 2001 pria berkepala plontos ini menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Internasional Batam (UIB), menjadi Pendiri dan Pengawas Keuangan pada Yayasan Clarisa yang mengelola Sekolah Global Indo Asia, Batam (1998 – sekarang) serta pernah menjadi Kepala Devisi Keuangan Yayasan Paramadina Mulya sekaligus sebagai pendiri Universitas Paramadina Mulya, Jakarta (1998-1999).
Visinya adalah untuk menyediakan Fasilitas Pendidikan yang lebih baik kepada Generasi Muda Indonesia dengan cara melakukan simulasi cara berfikir yang kritis serta berbagi pengalaman khususnya dalam bidang bisnis dan bidang lainnya. Sekaligus ia menjlankan Misi untuk mendedikasikan kepada Profesional Muda Indonesia, khususnya Profesional Muda Batam dengan memadukan latar belakang keahlian bisnis dan bidang terkait yang bertaraf Internasional agar bermanfaat bagi diri sendiri maupun menjadi pendorong sukses bagi orang lain agar memiliki kemampuan dalam mengatur serta memanfaatkan semua aset demi kemajuan organisasi.
Sejak tahun 1989 hingga 2001, Dhany pernah menjadi Pegawai Keuangan di University Oregon,USA Kemudian menjadi Analis Anggaran di Kampus yang sama pada tahun 1992 bekerja sebagai Sales Respresentative Reksa Dana Omaha, San Jose,USA. Selanjutnya pada tahun 1993 Dhany bekerja di Bank Dagang Negara (BDN) New York Sebagai Accountant dan Credut Analyst. Karirnya didunia perbankan kemudian melesat saat Bank Exsport Import Indonesia (EXIM) New York mengajak dirinya untuk ditempatkan di Treasurry Departemen. Bank tersebut sebagai dealer money market/Foreign Exchange hingga tahun 1997.
Tanggung jawabnya adalah mengatur sumber dana sebagai pengalokasikan dana kepada Bank Pemerintah saat itu.
Lalu juga pernah mencatat prestasi dalam banyak hal antara lain pada bidang perdagangan luar negeri serta membantu pemasaran jaringan bisnis UKM Indonesia di Amerika Serikat melalui Departemen Perdagangan.
Gerakan reformasi di penghujung tahun 1997 yang mengawali pergantian rezim Orde Baru mengetuk hati nurani dan jiwa nasionalisme seorang Dhany untuk kembali ke tanah air untuk mengisi pembangunan dan bekerja bagi nusa dan bangsa.
Dhany lahir di Jakarta tahun 1969 menikah dengan Wulandari, Dhany dikaruniai dua orang anak yaitu Alifzufar Ramadhany dan Alifrayhan Ramadhany.***

Satu Sekolah dengan Barack Obama
Rahmatsyah

Ramadhany saat sekolah dasar di Jakarta tertanyata pernah satu sekolah dengan calon Presiden AS dari Partai Demokrat Barack Obama.

”Saya dan Obama sama-sama pernah sekolah di SD yang sama di SDN 001 Besuki, Jakarta,” kenangnya. Namun, di sekolah tersebut Dhany hanya sampai kelas 3, saat naik kelas 4, Dhany pindah ke SD Lab School IKIP, Jakarta.
Saat kecil Dhany juga termasuk anak yang aktif. ‘’Tak bisa berhenti berfikir dan agak-agak idealis sedikit nyetrik,’’ ungkap pria dua anak sambil memperlihatkan kepalanya yang sudah jarang ditumbuhi rambut.
Ia bercerita tentang kesukaannya melalap buku. “Sejak masih SD saya selalu dihadiahi buku bacaan oleh bapak (Ismeth Abdullah),” jelasnya, menerangkan awal mula kegemarannya membaca ini. Hingga kini Danny rajin mengoleksi buku bacaan.
Bahkan di saat duduk kelas 5 sekolah dasar, ia sudah suka jalan-jalan hingga ke Yogyakarta dengan menggunakan kereta api. Di situ ia banyak belajar dari luar rumah tentang lingkungan sekitar. ‘’Itu yang membuat peka kepedulian sosial kita. Saya juga senang dengan tantangan,’’ katanya.
Bahkan di sela-sela perbincangan kami, datang seorang anak muda membawa buku bertulis, 110 Tokoh Pemuda Paling Berpengaruh di Batam.
Selain suka membaca, Danny juga rajin melakukan komparasi lapangan, sehingga dapat menyeimbangkan pengetahuan yang dia dapat dari buku dengan apa yang ada di lapangan.
Dia merasakan asuhan dari kakeknya yang memiliki 14 cucu. Sejak ia kecil selalu membaca buku-buku kakeknya soal Riau. ‘’Saya juga dulu kecil pernah di Tanjungpinang,’’ kata suami Wulandari ini.
Sedikit mengulas, Danny memang keturunan orang-orang besar. Kakeknya SM Amin adalah Gubernur Riau pertama. Amin-lah yang mengusulkan agar Riau lepas dari Sumatera Tengah. Dulu pusatnya masih di Tanjungpinang, bukan di Pekanbaru seperti saat ini.
Padahal saat itu, kondisi keamanan daerah ini masih membara di tengah pemberontakan permesta dan lain-lain. Kakek buyutnya pada tahun 1933 adalah orang yang memiliki jabatan penting hingga banyak mengenal beberapa pejabat Karisidenan Belanda di Tanjungpinang. ‘’Sebenarnya kalau bisa soal historis kita udah ada di sini sejak dulu,” ungkap ayah Alifzufar Ramadhany. >(jaq)

Selanjutnya...

Saya Tak Janji, Tapi Punya Kewajiban

Syafrudin Anhar, SE, MM, Caleg DPR RI asal PPP Dapil Provinsi Kepri

Bagi pengurus Partai Persatuan Persatuan Pembangunan (PPP) di Kepri, sosok Syafrudin Anhar sudah tidak asing lagi baginya. Dia merupakan orang lama PPP di tingkat pusat. Pada pemilu 2009 ini, ia dipercaya oleh parpolnya untuk menjadi caleg DPR RI dari pemilihan Provinsi Kepri.

Bagaimana pandangannya tentang Kepri saat ini dan ke depan? Berikut petikan wawancarannya yang dirangkum wartawan Batam Pos, Jamil Qasim, belum lama ini.

Pertemuan kami dan Syafrudin Anhar dihelat di sebuah rumah ketua DPC PPP Kota Batam di kawasan Tiban BTN. Rumah tertutup pagar besi, bercat putih ini terletak di pertigaan jalan.

Tanahnya sangat luas, di samping kiri ada sebuah tanah kosong. Di sekelilingnya tertata tanaman yang beraneka ragam.

Saat saya ke sana sore itu, sang pemilik rumah sedang menggelar hajatan. Tamunya pemilik rumah datang dari banyak kalangan, mulai dari fungsionaris partai di tingkat DPC dan ranting hingga simpatisan.

Selanjutnya Batam Pos dibimbing sang pemilik rumah dan Syafrudin Anhar masuk ke ruang tamunya. ‘’Ayo kita masuk ke dalam saja,’’ ujar pemilik rumah yang diiyakan Syafrudin Anhar.

Di ruang tamu, Syafrudin memilih duduk di sofa panjang. Sembari berbincang sejenak, Syafrudin mulai bercerita sambil menarik laptopnya yang tersimpan di dalam tas.
Syafrudin yang menjadi caleg DPR RI dengan nomor urut 1 di Kepri ini, mengungkapkan bahwa keinginannya menjadi caleg PPP agar fungsi dan tujuan anggota parlemen.

Katanya, tujuan caleg mewakili daerah itu adalah bagaimana aspirasi daerahnya itu terpenuhi baik dalam menentukan kebijakan lokal maupun kebijakan nasional.
‘’Jadi saya sebagai caleg dari Provinsi Kepri apabila saya terpilih menjadi legislator maka aspirasi masyarakat Kepri dan pemerintahan Kepri saya harus perjuangkan di tingkat nasional,’’ ungkapnya.

Kemudian tugas berikutnya, setelah aspirasi itu tersalurkan maka implementasinya di lapangan seperti apa. ”Saya pertama tetap mengawasi dan kedua harus memantau supaya ada pertanggung jawaban. Jangan sampai setelah aspirasi saya sampaikan setelah itu saya tinggalkan,” terangya.

Tugas sesungguhnya anggota legislatif adalah mengontrol aturan yang telah disepakati antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat namun implentasinya di lapangan tidak berjalan. ‘’Inilah tugas kita dari legistatif asal Kepri untuk terus melakukan proses agar regulasi yang sudah ada segera dijalankan,”jelasnya.

Syafrudin juga mencontohkan keberadaan PP 63 tahun 2003 yang tak kunjung dihapus di wilayah Kepri. Padahal diketahui bersama bahwa wilayah Kepri khususnya Batam sudah terbebas dari bea masuk karena sudah menjadi kawasan bebas.

Baginya, sepanjang aspirasi untuk masyarakat dan pemerintah Kepiri, tidak ada alasan bagi anggota legislatif dari Provinsi Kepri untuk memperjuangkan di pusat. Kita kan hadir di pusat mewakili mereka,” terang Tenaga Ahli Anggota DPR – RI Fraksi PPP ini.

Anda melihat potensi Kepri seperti apa?
Saya rasa potensi Kepri dari aspek geografisnya. Kita bangun Kepri menjadi kota jasa utamanya perdagangan, karena pertumbuhan terbesar selain pengolahan adalah perdagangan. Lalu lintas laut di Kepri ini sangat padat utamanya jalur internasional. Jadi untuk merealisasikan potensi ini, konsepnya harus jelas. Dengan melihat potensi itu, kita menuntut ke pemerintah daerah untuk menjelaskan konsep itu kepada pemerintah pusat.

Jika nantinya saya duduk menjadi legislator mewakili Kepri, maka saya akan perjuangkan itu. Dalam hal kebijakan pemerintah pusat tentang ekonomi, tidak boleh dilupakan Kepri.

Selama ini, Kepri tidak menjadi perhatian pemerintah pusat dalam konsep Special Economic Zone. Mungkin ini juga kelamahan legislator kita yang kurang memperhatikan aspirasi dari daerah pemilihannya. Fungsi parlemen kan selain berfungsi legislator juga berfungsi legislasi dan controling.

Apa masalah Kepri yang Anda tahu sekarang?
Dari segi aspek sosial hingga saat ini saya belum tahu secara pasti. Tetapi dari segi aspek polituk dan ekonomi, Kepri yang merupakan provinsi ke 32 dengan status kawasan ekonomi khusus belum bisa secara optimal difungsikan.

Apa yang Anda lakukan untuk mencari sumber pendapat baru di Kepri?
Yang pertama saya tidak setuju kalau turunnya APBD Kepri dan Batam karena tutupnya perjudian. Karena masih ada resor-resor lain untuk meningkatkan sumber PAD. Mungkin yang harus digaris bawahi adalah investasi. Kalau menyangkut tentang investasi ini tidak terlepas dari konsep Special Economic Zone

ini. Kewenangan pemerintah pusat yang diberikan kepada pemerintah daerah terkait Special Economic Zone

itu. Kalau memang konsepnya harus diperbaharui kenapa tidak dilakukan.

Contoh, investor yang ingin berinvestasi di Kepri harus diberi insentif dengan keringanan pajak, hak guna pakai lahan. Itu harus ada regulasi di tingkat pusat. Yang saya ketahui selama menjadi staf ahli Anggota DPR–RI Fraksi PPP, tidak ada upaya dari anggota legislatif untuk membicarakan bagaimana investasi di Kepri yang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus. Selanjutnya, jadikanlah Kepri dan beberapa kabupaten/kotanya ini menjadi pusat-pusat perdagangan bertaraf internasional.

Kepri ini memiliki potensi pengelolaan usaha hasil laut. Infrastruktur pengelolaan hasil laut itu harus dibangun di Kepri. Saat ini pengelolaan hasil laut di tanah air paling besar di Jawa Timur, padahal Kepri ini justru yang memiliki potensi untuk itu. Kemudian, pusat-pusat pariwisata di Kepri banyak potensial yang bisa mendatangkan wisman.
***

Selain itu, Syafrudin juga menjelaskan tingkat pengangguran yang tiap tahun meningkat termasuk di wilayah Kepri. Menurutnya, data 2006 tingkat pengangguran di Kepri mencapai 61 ribu orang. Tingginya tingkat pengangguran disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya krisis ekonomil global yang ikut melanda Indonesia.

Di mana diketahui sejumlah perusahaan yang hengkang akibat krisis tersebut, sehingga menimbulkan dampak kurangnya penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, agar tingkat pengangguran itu bisa tertampung pemerintah daerah harus memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan lokal.

Berkenaan dengan pekerja kontrak, Syafrudin juga mengakui kebanyakan perusahaan-perusahaan asing yang merekrut tenaga kerja kontrak. ”Memang tenaga kerja kontrak ini sudah menjadi trend saat ini, cuma harus dibatasi dan diberi rambu-rambu,’’ katanya.

Hanya saja katanya, harus disadari bahwa investor yang masuk juga harus diberi pengertian, keterbukaan dan transparan berkenaan dengan penerimaan tenaga kerja.
Kemudian soal pendidikan, sebagaimana kebijakan pusat soal alokasi pendidikan yang cukup besar maka diharapkan pemerintah Kepri melakukan negosiasi ke pusat agar alokasi pendidikan bisa terserap semaksimal mungkin di wilayah Kepri.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, lanjut Syafrudin, sudah sejalan tidak dengan konsep Kawasan Ekonomi Khusus di Kepri dengan tingkat pendidikan di Kepri. ”Kita melihat tingkat pendidikan di Kepri jauh lebih rendah dari Sumatera Utara dan Sumatera Barat apalagi dibandingkan Jakarta,’’ ujarnya.

Menurutnya, kebijakan pendidikan itu sudah diserahkan sepenuhnya ke pemerintah daerah. Tetapi kalau pemerintah daerahnya tidak memberikan support, jangan disalahkan pemerintah pusat. ”Sekarang tergantung apa yang akan dilakukan pemerintah daerah terkait dengan peningkatan pendidikan ini,” ungkapnya.

Namun demikian, lanjut Syfarudin, jika memang anggaran pendidikannya kurang, maka anggota legislatifnya harus berusaha mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan pendidikan dari pusat harus lebih besar.

Syafrudin juga mengakui, selama ini dari segi politik Kepri memiliki banyak kelemahan. Misalnya, anggota parlemennya hanya tiga orang dari Kepri, sementara di komisi di DPR RI hanya 11 komisi. ‘’Jadi bergaining nya sangat kurang,’’ ungkapnya.
Dengan aturan yang baru ini, komisi di DPR RI akan dibagi sesuai dengan kementerian yang ada. ‘’Nantinya setiap komisi hanya satu departemen. Tidak seperti sekarang ini. Sehingga nantinya komisi itu betul-betul konsen dalam tugasnya,’’ tuturnya.

Setelah nanti menjadi legislator asal Kepri, apa ada keinginan untuk bolak balik Kepri-Jakarta?
Saya tidak janji ya tetapi saya punya kewajiban. Saya memahami betul apa sesungguhnya tugas pokok selaku anggota legislatif. Setelah saya memahami itu, berarti saya punya kewajiban. Orang kan kadang-kadang tidak memahami tugas dan fungsinya sebagai legislator sehingga setelah terpilih ia lalai akan kewajibannya sebagai wakil rakyat Kepri. Sejak saya jadi mahasiswa tahun 1987 saya sudah terjun ke partai, jadi saya memahami betul tugas itu. ***

Selanjutnya...

PLN Bilang Rugi, di Mana Ruginya?

Sigit Budiarso, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam

Krisis finansial global, dan kenaikan tarif listrik oleh PT PLN Batam sebesar 14,8 persen akan mengancam sektor industri di Batam, tak terkecuali bisnis perhotelan dan restoran.

Bagaimana sikap Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam menyikapi kenaikan tarif listrik Batam? Dan apa kiat-kiatnya menghadapi krisis finansial global yang terjadi saat ini? Berikut petikan wawancara Jamil Qasim dengan Sigit Budiarso, Ketua PHRI Kota Batam, belum lama ini.


Pertemuan saya dengan Sigit Budiarso dihelat di kantornya di hotel Novotel Batam. Sebuah hotel berbintang yang tergabung dalam grup Accor.

Saat tiba di lobby hotel, Sigit yang menggunakan baju koko langsung membimbing ke ruangannya di lantai tiga. Saat itu, Sigit baru saja menghadiri pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi pariwisata di sebuah hotel di kawasan Penuin.
Sigit pun, mulai bercerita tentang latar belakangp pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi pariwisata. Menurutnya, lembaga sertifikasi ini dibentuk tidak lain untuk menyongsong Visit Batam 2010.

Pihaknya sebagai salah satu pengelola pariwisata di Batam merasa terpanggil untuk memberikan pelayanan terbaik bagi wisatawan yang berkunjung ke Batam. Apalagi pemerintah Kota Batam mencanangkan Visit Batam 2010.

Awalnya, pembentukan lembaga ini diwakili oleh masing-masing organisasi dan instansi pemerintah yang konsen membidangi pariwisata, termasuk PHRI. ”Kebetulan dari PHRI saya yang mewakili,” katanya.

Jadi dari lembaga yang dibentuk itu nantinya akan mengeluarkan sertifikat yang pelayanan yang diakui secara nasional. Untuk saat ini lembaga sertifikasi yang dibentuk itu satu-satunya di luar pulau Jawa dan Bali. ”Karena ini sifatnya nasional, maka kita juga bisa mensertifikasi di daerah lain. Dan adalah lembaga independen,” jelasnya.

Tugas pokok dari lembaga sertifikasi yang ada di Batam ini ada tiga, pertama untuk perhotelan, travel dan Event Organizer (EO). Susunan pengurusnya sendiri terdiri dari dewan pendiri, pelaksana harian, di bawahnya dibentuk berbagai bidang salah satunya bidang sertifikasi dan manajemen.

Jadi kegunakan sertifikasi ini untuk menunjukkan pantas atau tidaknya mereka pada posisi yang mereka sandang. Jadi arahnya melegalkan posisi mereka. Sehingga pada visit Batam 2010 kita sudah punya tenaga-tenaga yang memang sudah memiliki sertifikat berstandar nasional. Kita sertifikasi orangnya, bukan institusinya,” ungkap General Manager Novotel Batam ini.

Lembaga yang sudah dibentuk ini, direncanakan dalam waktu tiga bulan kedepan akan berkonstrasi pada pembentukan struktur organisasinya, dan selanjutkan pihaknya akan mencari tenaga aksesor yang ahli di bidang-bidang tertentu utamanya di bidang perhotelan, travel dan EO. ”Dan yang akan kita sertifikasi itu, mungkin hanya pada level-level tertentu saja,’’ ungkapnya.

Idel awal pembentukan lembaga ini berasal dari PHRI, Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies (ASITA), dan Congress&Convention Association (INCA) dan Ajahib. Waktu itu dirinya menanyakan bahwa dirinya kekurangan tenaga yang mempuni. Banyak yang sudah sekolah dan kursus, namun ketika akan memasuki dunia kerja, para tenaga kerja itu harus ditranning dulu untuk bisa bekerja sesuai dengan standar perusahaan yang dibutuhkan.

”’Dari pemikiran saya itu, akhirnya kita sepakat membentuk lembaga pelatihan singkat. Dari pelatihan singkat itu, kita yang mengajar mereka sesuai dengan kebutuhan kita. Jadi yang kita ajarkan ke mereka sama yang kita butuhkan,” terangnya.
Setelah pelatihan singkat itu terbentuk, Sigit bersama timnya berkunjung ke Dinas Pariwisata Kota Batam. Dari dinas ini, ia diminta untuk membuat lembaga sertifikasi. ”Dari hasil pertemuan itu kita putuskan untuk segera membentuk lembaga sertifikasi. Jadi sekarang sudah dua lembaga yang kita jalankan secara bersama-sama,” terangnya.

Apakah tidak ada benturan dengan lembaga sejenisnya?


Kita dibawa Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Ada memang lembaga kursus yang sejenis namun lembaga tersebut dibentuk tidak berdasarkan acuan dari Departemen Pariwisata dan dibentuk dibawah Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang dibentuk secara hukum dan ada di atur di dalam undang-udangannya. Kita mengacu dari sana dan didukung penuh oleh Departemen Pariwisata untuk pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata, dan secara kelembagaan segera akan kita daftarkan di notaris.
***



Di tengah menyusun program untuk menyongsong Visit Batam 2010, Sigit juga tetap mencermati gejolak resesi global finansial yang terjadi saat ini. Karena dampak resisi global itu, tentu akan berpengaruh pada dunia usaha yang ia geluti.

Bagaimana dampaknya bagi industri perhotelan dan restoran atas krisis finansial saat ini?


Dampaknya pasti ada. Cuma jujur kami sekarang lagi wait and see

. Belum berani beraksi apapun, dalam arti kita belum mengambil langka kebijakan untuk menurunkan harga, menekan cost dan lain-lain sebagainya. Kita akan melihat satu bulan kedepan ini. Kalau memang krisis finansial global ini tidak berpengaruh pada usaha kita, maka kita tidak akan membuat kebijakan baru. Lain halnya kalau tiba-tiba ada perubahan drastis.

Misalnya, salah satu perusahaan besar di Batam tutup, karena faktor krisis finansial itu maka tentu akan berpengaruh pada tingkat hunian hotel di Batam. Sebenarnya, dampak secara langsung tidak ada, tapi in direct

pasti ada. Kita kena imbasnya. Kita melihat sekarang, harga-harga di pasar masih stabil, malahan sebagian ada yang turun, jadi relatif tidak bergejolak. Karena kalau kita naikkan harga dalam keadaan begini, pelaku investasi mau jalan atau tidak kita belum tahu. jadi saat ini kami masih menunggu.

Justu efek yang paling terasa bagi pengusahan apapun di Batam ada kenaikan tarif listrik.

Apa sikap PHRI terhadap kenaikan tarif listrik sebesari 14.8 persen?
Efek kenaikan ini besar sekali. Listrik merupakan komponen dasar dalam pengoperasian industri apapun termasuk hotel. Untuk menjalankan usaha di industri apapun ada namanya> fix cost

atau variable cost

. Tinggi rendahnya usaha industri itu mereka tetap bayar. Contoh, >standing cash.

Mau dipakai atau tidak, tetap kita bayar. Variable cost kita tinggi, berarti pemakaian juga banyak. Kalau tingkat kegiatan kita secara otomatis pemakaian listrik kita akan meningkat. Tapi kalau gaji karyawan tidak berubah, mulai dari awal tahun hingga akhir tahun tetap, tidak ada perubahan. Listrik sebagai >variable cost

tinggi sekali. Hotel, rata kenaikannya hanya 12 persen.

Secara umum sebelum kenaikan tarif, biaya listrik untuk hotel berkisar antara 15 hingga 18 persen dari total pendapatan. Begitu ditambah dengan kenaikan 14,8 persen sekarang ini, maka sudah jelas biaya listrik untuk akan naik menjadi 20 sampai 24 persen dari total pendapatan, belum dikurang dari segala macamnya, seperti gaji karyawan dan harga barang yang naik. Seperti kenaikan gas beberapa waktu lalu, kita sudah memakan tambahan 4 persen dari total. Jadi kenaikan ini bukan bicara kecil.

Terus sekarang kita bicara mau naikkan harga, tingkat hunian hotel sekarang rata-rata 40 sampai 50 persen. Mulai dari awal tahun hingga akhir tahun tingkat hunian hotel hanya 50 persen. Dengan tingkat hunian seperti itu, kita tidak bisa naikkan harga. Jika dalam kondisi seperti ini kita naikkan harga, makin tidak ada yang mau beli. Namun dengan harga yang sekarang kita tidak dapat untung. Dengan kondisi seperti ini Untuk bertahan pun susah.

Jadi sikap kita di PHRI kalau bisa jangan naik saat ini (kenaikan tarif listrik, >red

). Apalagi dengan ancaman global krisis ini, kita mau bagaimana lagi.
Makanya, saat pertemuan kemarin ada yang menanyakan hingga ke titik PHK (Pemutusan Hubungan Kerja, red

). Saya bilang pikirlah sendiri. Kita tidak berharap akan berujung seperti itu, tetapi kalau keadaan tetap seperti ini kita bicara apalagi.

Apa langkah PHRI?


Dalam hal seperti ini kita butuh kekompakan. PHRI secara implisit sudah bilang kalau bisa tarif listrik jangan naik dulu. Kalau tetap naik, kita minta tetap pada tahapan-tahapan kita bisa tolerir kenaikan itu. Misalnya, kalau kita bilang 5 persen saja untuk mencapai BEP sanggup tidak PLN naik segitu. Pasti mereka mengatakan, semuanya kan sudah naik, gas sudah, ATB sudah naik dan lain sebagainya. Semua pada posisi serba salah sebetulnya.

Apa sebelumnya PLN Batam ada sosialisasi ke Industri?


Tidak pernah ada. Itu pun diputuskan berlaku pertanggal 1 Oktober 2008 sedang diumumkan dikoran baru pada 12 Oktober 2008. Ini kan sudah tidak fair. Saya tahunya dari rekan wartawan. Setelah tahu kenaikan itu, saya langsung hubungi teman-teman di APINDO, Kadin dan teman yang lainnya.

Yang paling ironisnya, ada penyataan bahwa yang terkena tarif hanya kalangan industri bukan rumah tangga. Padahal imbas tentu ke rumah tangga juga, bahkan bisa lebih para lagi. Coba bayangkan kenaikan tarif itu berdampak pada PHK massal tentu imbasnya ke rumah tangga. Itu mereka yang tidak fikirkan.
PLN bilang rugi, sekarang kita tanya dimana ruginya.
***
Kemudian, Sigit juga merinci jumlah hotel yang ada di Batam. Menurutnya, hingga saat ini hotel yang ada di Batam sudah berjumlah 122 hotel. Namun dari jumlah tersebut, baru separuhnya yang teregister di PHRI.

Diakuinya, saat ini banyak sekali hotel-hotel yang tiba-tiba muncul. Untuk itu, pihaknya sekarang sedang melakukan klasifikasi ulang. Tapi untuk mengklasifikasi semua hotel yang ada di Batam, butuh waktu. Tidak bisa dilakukan sekaligus. “Tahap pertama sudah ada 15 hotel kita klasifikasi ulang,’’ ungkapnya.

Soal hotel berbintang, pihaknya betul-betul melakukan klasifikasi yang seketat mungkin. ‘’Sehingga hotel berbintang 2 hingga bintang 5 betul-betul layak mendapatkan bintang, tidak hanya sekadar bintang yang disandangnya,’’ katanya.

Sigit menilai, saat ini banyak hotel yang mengaku bintang 4 dan lain sebagainya, namun tidak dilengkapi dengan fasilitas, service dan pelayanan yang standar, begitupula jumlah karyawaanya. ***

Selanjutnya...

Membangun Olahraga Ibarat Bangun Peradaban

Drs Edy Sofyan,MSi, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Kepri
Provinsi Kepri menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Pelajar Wilayah (Popwil) I Sumetera yang pelaksanaannya di pusatkan di Kota Batam pada 3-9 November 2008. Sukses iven bergengsi ini tidak terlepas dari kesiapan panitia pelaksana dibawah koordinator Drs Edy Sofyan MSi selaku Ketua Umum Pelaksana Popwil yang juga Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Kepri
Sejauhmana persiapannya? Dan apa saja programnya untuk mengangkat olahraga dan pemuda di Kepri di tingkat daerah dan nasional? Berikut petikan wawancaranya dengan Jamil di sebuah hotel kawasan Nagoya-Jodoh, belum lama ini.

Sore itu, Edy baru saja pulang dari memantau persiapan panitia popwil lapangan Temenggung Abdul Jamal, Mukakuning. Kesibukannya, sehari-hari di kantornya menyebabkan dia harus bolak balik Batam-Tanjungpinang. Maklum tempat pelaksanaan Porwil di Batam,sedangkan dirinya sebagai kepala Dispora Kepri kantornya ada di Tanjungpinang. Namun baginya, aktivitas seperti itu sudah biasa dilakukan.
‘’Maaf sedikit terlambat,’’ ucapnya menyalami Batam Pos, sambil duduk di salah satu kursi panjang di pojok hotel.
Sambil berbincang-bincang sejenak, Edy yang datang ditemani istri dan seorang putrinya mulai bercerita mengenai latar belakang Popwil I Sumetera yang akan dilaksanakan mulai besok Senin (3/11) di Batam.
Menurutnya, ide pelaksanaan Popwil ini berawal dari pelaksanaan Popwil di Kota Padang, Sumatera Barat, 2006 lalu. Pada saat itu, Provinsi Kepri ditawarkan untuk menjadi tuan rumah Popwil. Tawaran langsung diiyakan dan disambut baik. Ketika itu, Ketua DPRD Provinsi Kepri Nur Syafriadi yang mewakili Provinsi Kepri langsung menyetujui dan didukung sepenuhnya dari Dispora Kepri.
”Pada saat itu, saya belum menjadi Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga. Jadi saya hanya melanjutkan dari yang telah disepakati itu,” ungkapnya.
Sudah sejauh mana persiapan iven tersebut?
Sejauh ini saya menganggap persiapan yang kita lakukan sudah 90 persen. Hanya tinggal finalisasi menjelang pembukaan acara. Termasuk program di lapangan, seperti pembersihan stadion mulai dari pengecetan hingga perbaikan arus listriknya dan lain-lainnya. Sementara kalau untuk subtansinya sudah kita persiapkan semuanya. Khusus untuk pembukaannya sendiri kita sudah persiapkan dengan baik. Mudah-mudahan bisa menghasilkan secara maksimal.
Mengenai kontingen juga sudah kita persiapkan baik dari segi akomodasi, konsumsi dan transportasi. Kesiapan kita dalam menangani kontingen ini, kita juga sudah membuat tim-tim khusus sehingga para kontingen itu bisa terlayani sebaik mungkin.
Saya kira sejauh ini menyangkut venus sudah tidak ada masalah. Hanya, mungkin ada hal-hal yang perlu kita benahi. Tapi intinya tidak ada masalah-masalah yang bisa mengganggu pelaksanaan kegiatan ini.
Yang sering menjadi keluhan setiap peserta adalah akomodasi (penginapan peserta), menurut Anda?
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman kita, yang rawan menjadi penilaian peserta adalah pertama persoalan penampungan atau penginapan peserta, kemudian konsumsi dan pelayanan serta kelancaran transportasi pada saat kita bertanding. Jadi empat bidang ini mendapat perhatian serius bagi kita. Memang kita mengakui persoalan yang empat bidang ini persoalan berat. Untuk mewujudkan ini semua, kendalanya kadang terkait pada dana yang kita miliki. Tapi demikian, saya bersama teman-teman sudah mencoba mengoptimalkan segala kemampuan yang kita punya, baik staf dan kepanitiaan untuk memberikan pelayanan yang baik.
Apalagi kita tahu bahwa ini adalah iven besar yang pertama dilaksanakan di Provinsi Kepri, dan ini juga dalam rangkan menyongsong Batam Visit 2010. Kita juga tahu bahwa Batam salah satu destinasi yang kita harapkan menjadi tempat yang menarik bagi mereka. Ini juga kita jaga.
Sebenarnya tujuan Popwil itu sendiri dari Menegpora adalah dalam rangka perseleksian atlet-atlet berbakat khusus di kategori pelajar. Namun kita sebagai tuan rumah juga akan memanfaatkan momen itu untuk lebih mengenalkan ke mereka tentang potensi daerah yang kita miliki. Karena kita ingin momen ini tidak hanya sukses dalam pelaksanaan, pelayanan dan prestasi, namun juga sukses mempromosikan Batam. Jadi kita akan menonjolkan citra Batam yang menarik.
Berapa anggaran yang dibutuhkan untuk menyukseskan POPWIL I Sumatera ini?
Anggarannya bersumber dari APBD ditambah bantuan dari Menegpora. Makanya dalam memberikan pelayanan ini kita dibebankan untuk menanggung akomodasi bagi kontingen luar, konsumsi dan transportasi lokal. Dan ini dananya cukup besar. Dananya dari Menegpora sekitar Rp650 juta sedangkan dana dari APBD Provinsi Kepri sebesar Rp2,3 miliar. Jadi dana yang efektif kita gunakan untuk kegiatan ini sebesar dua miliar lebih dengan menanggung orang sebanyak 1.000 orang lebih. Karena untuk atlet saja sudah 1.000 orang ditambah oficial dan panitia. Jadi lebih kurang sekitar 1.300 sampai 1.400 orang yang harus ditanggung akomodasi, makan dan transportasi.
Kontingen yang tergabung di Popwil I Sumatera ini ada 7 provinsi, yakni Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambil, Bangka Belitung dan Kepri sebagai tuan rumah.
Di iven Popwil ini dipertandingkan delapan cabang olahraga. Dan kontingen Kepri mengikuti semua delapan cabang olahraga itu.
***


Selain itu, mantan Kadisduk Kepri ini juga banyak mengurai tentang kebijakan dan pandangannya sebagai Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Kepri.
Dikatannya, saat ini ia ada beberapa hal yang perlu dibenahi agar olahraga di Kepri ini bisa diperhitungkan. Dari segi fisik, ia melihat harus ada perbaikan sarana dan prasarana pendukung olahraga di Kepri.
”Saat ini, saya melihat sarana dan prasarana olahraga masih kurang, utamanya di Batam,” ungkapnya.
Kemudian, dari sisi peningkatan prestasi, semua komponen yang ada di Kepri harus lebih banyak mengajak masyarakat untuk bergiat di bidang olahraga. Karena, lanjut suami Siti Asniah ini, persoalan-peroasalan yang dihadapi banyak ragamnya. ”Membangun olahraganya ini ibarat membangun peradaban. Saya merasakan sendiri tidak gampang membangun olahraga, karena banyak sektor yang mempengaruhi,” terangnya.
Yang bisa mempengaruhi itu misalnya, sosial masyarakat, apresiasi kepada atlet dan lain-lainnya. Sekarang saja, katanya, tidak ada orang tua yang bercita-cita anaknya akan jadi atlet. ”Saya sendiri yang dulu pernah menjadi atlet olahraga takraw tidak pernah bercita-cita menjadi atlet. Ini karena kurangnya apresiasi, dan hal-hal yang lainnya,” katanya.
Bagaimana dengan perhatian Pemprov sendiri pada olahraga?
Saya melihat terakhir ini, apalagi Gubernur Kepri (Ismeth Abdullah, red

) sangat peduli pada dunia olahraga. Meskipun dengan dana yang sangat terbatas, namun Gubernur selalu berupaya mencarikan solusi untuk memberikan apresiasi kepada atlet yang berprestasi. Bukti keseriusan Gubernur kepada dunia olahraga juga dibuktikan dengan adanya dinas tersendiri yakni Dispora Kepri, padahal provinsi ini umurnya baru beberapa tahun.
Apa program Dispora yang sudah dilakukan?


Program-progaram kita di bidang olahraga pada saat ini adalah membangun sarana olahraga. Seperti beberapa waktu lalu kita sudah berencana membangun Sport Centre di Tanjungpinang, namun karena ada perubahan anggaran di >multiyear

maka pembangunannya menjadi tertunda. Tetapi desainnya kita sudah bikin. Jadi secara fisik kita butuh sarana olahraga yang lebih representatif. Meskipun untuk peningkatan prestasi tidak di sarana. Tapi sarana salah satu upaya untuk meningkatkan prestasi.
Selain itu, kita juga mengajak masyarakat untuk gemar berolahraga. Misalnya,olahraga senam sehat. Kita juga berencana membangun PPLP (Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar). Mudah-mudahan di tahun 2009 desain pembangunan PPLP tersebut sudah rampung. Kita butuh waktu 2-3 tahun pembangunan sarana ini selesai.
Ada tidak jaminan untuk masa depan bagi atlet yang berprestasi di Kepri?
Kalau masalah ini, kita akan melakukan secara bertahap. Langkah pertama yang kita lakukan adalah kepedulian kita pada dunia olahraga. Jadi saya melihat pemerintah Kepri sudah serius pada olahraga. Hal itu dibuktikan dengan membentuk Dinas Pemuda dan Olahraga. Jadikan sekolah membentuk sarana olahraga yang baik.Kita coba membangun kebanggaan seorang atlet. Sehingga pada saat atlet pulang dari turnamen yang diikuti seprti PON beberapa waktu lalu, kita buatkan acaranya. Kita membangun kebanggaan di mata atlet itu dulu.
Misalnya, bagi atlet yang masih pelajar atau remaja yang pertama dicari adalah kebanggaan. Setelah pada level dewasa baru berfikir ke masa depan. Jadi yang pertama kebanggaan dulu kita bangun. Kemudian perlahan-lahan kita akan carikan solusi bagi mereka. Secara nasional kan sudah ada. Misalnya atlet-altet diangkat menjadi pelatih nasional, ada yang diangkat jadi pegawai negeri. Solusi seperti ini sudah kita usulkan ke Jakarta.
Ada permintaan dari Menegpora kebutuhan pelatih dari kalangan atlet atau pelatih yang ada di sini untuk diangkat jadi PNS itu sudah kita usulkan. Di kepri sendiri Kita butuhkan 11 cabang olahraga yang bisa di tempatkan jadi pegawai negeri dari kalangan atlet.
Kalau di Kepri kita sudah tahu ada beberapa cabang olahraga yang menjanjikan, misalnya cabang olahraga layar, tinju dan tarung drajat. Tapi intinya, bicara prestasi olahraga ke depan tidak ada pilihan lain kecuali kita berangkat dari pembinaan sejak dini. Jadi saya menganggap POPWIL dan POPDA (Pekan Olahraga Pelajar Daerah) penting, karena anak-anak yang kita gembleng di POPDA dan POPWIL inilah yang akan menjadi atlet kita dua tahun akan datang. Jadi berangkat dari sini. ***

Selanjutnya...