Selasa, 14 Oktober 2008

Barangkat dari Pengajian


HJ ASNAH SAPARUDDIN MUDA
Hj Asnah, Caleg DPRD Provinsi Kepri asal PAN
Keberadaan Calon legislatif (Caleg) perempuan tidak hanya ingin memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen, namun lebih dari pada itu keberadaannya akan lebih memberi kontribusi dalam pembangunan di tingkat nasional maupun lokal.
Bagaimana sikap caleg perempuan dalam keterlibatannya di panggung politik? Berikut petikan wawancara wartawan Batam Pos, Jamil Qasim bersama Hj Asnah, Caleg DPRD Provinsi Kepri asal PAN belum lama ini.

Dua hari sebelum Lebaran di sebuah rumah besar di Bengkong Sadai, sejumlah pekerja bangunan terlihat sedang melakukan pekerjaannya masing-masing. Ada yang mengaduk semen, mengecat dinding, memperbaiki AC dan ada pula yang sedang mengarahkan pekerja lainnya. Maklum, pemilik rumah sedang mengebut renovasi rumah agar bisa selesai sebelum Lebaran tiba.
Sedangkan sang pemilik rumah, Hj Asnah, selain melakukan safari politik, ia juga tetap menyempatkan diri membuat kue-kue Lebaran di rumahnya.
”Masuk, ini lagi beres-beres rumah menjelang Lebaran,” sambutnya kepada Batam Pos, sambil mengarahkan ke satu ruangan yang sudah dilengkapi kursi tamu.
Sambil berbincang-bincang sejenak, istri Saparuddin Muda ini mulai bercerita banyak tentang keputusannya terjun ke dunia politik.
Apa latar belakang Anda tertarik ke politik?
Latar belakang aktif di politik ini sebenarnya tidak lain dan tidak bukan karena saya ingin agar perempuan lebih maju dan berbanding dengan laki-laki di DPRD. Karena dengan hadirnya banyak perempuan di DPRD, maka setidaknya sejumlah program tentang perempuan bisa diatasi.
Posisi perempuan di Batam dan Kepri umumnya jauh tertinggal bila dibandingkan dengan laki-laki. Di pemerintahan sendiri bisa kita lihat. Misalnya di Pemko Batam, Kepala Badan saja hanya satu orang dari perempuan. Jadi saya melihat dengan komposisi seperti itu sangat tidak sebanding. Kira-kira sekarang posisi perempuan di pemerintahan di Batam satu berbanding sepuluh. Seperti juga hanya di DPRD Kota Batam jumlah perempuan hanya empat orang sementara Anggota Dewan nya 45 orang. Kalau melihat kondisi itu, posisi perempuan di dewan tidak sampai 10 persen. Jadi kalau misalnya, anggota dewan kota/kabupaten dan provinsi hanya sedikit legislatif perempuan, maka secara otomatis kebijakan-kebijakan tentang perempuan tidak bisa terakomodir secara maksimal, sementara persoalan perempuan di Kepri sangat kompleks.
Mungkin ke depannya, dengan banyak perempuan yang duduk di dewan paling tidak bisa mengakomodir persoalan perempuan. Misalnnya, persoalan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan trafiking. Apalagi di Batam yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, jadi otomatis yang banyak diperdagangkan adalah perempuan.
Setelah duduk di Dewan, apakah Anda akan fokus memperjuangkan hak-hak perempuan?
Insya Allah kalau saya duduk di dewan tentu saya akan lebih fokus memperjuangkan hak-hak perempuan. Apapun permasalahan yang dihadapi perempuan mulai dari KDRT hingga trafiking dan permasalahan perempuan lainnya kami akan terus memberikan perhatian.
Paling tidak setelah banyak perempuan yang duduk di dewan paling tidak ada perhatian lebih pada perempuan. Jika program perempuan yang ditawarkan pemerintah melalui Pemprov Kepri dalam pemberdayaan perempuan, kita di dewan bisa ikut langsung terlibat dalam prograa tersebut dengan cara memberikan dukungan biaya yang seimbang dengan program yang ada. Misalnya, pelatihan perempuan, kerajinan-kerajinan bagi ibu-ibu yang membutuhkan pendanaan. Seni membuat kerajinan dari gonggong. Paling tidak, kerajinan home industry ini bisa mengangkat seni kerajinan masyarakat Kepri. Jadi ada perhatian bagi pengrajin perempuan, kalau di daerah lain, mereka butuh orang tua asuh dalam hal pendanaan dan pemasaran. Kita berharap di Kepri, pemerintah bisa memberikan dana-dana bergulir untuk mereka, sehingga bisa lebih maju dan menjadi pekerjaan tetap ibu-ibu yang memang skillnya ada di bidang kerajinan itu.
Selain soal perempuan. Saya sebagai anak tempatan kelahiran Pulau Lanca, Batam, tentu yang perlu juga saya perjuangkan adalah soal pendidikan hinterland. Selama ini masih banyak anak-anak hinterland yang belum sekolah karena terbentur biaya dan lain sebagainya. Jadi kami berharap agar anak-anak hinterland bisa mendapatkan pendidikan yang layak, dan tidak ada lagi anak-anak hinterland yang tidak bersekolah.
Sebagai anak tempatan, Anda melihat pendidikan di hinterland masih jauh tertinggal?
Iya, pendidikan anak-anak di hinterland masih jauh tertinggal. Meski demikian, saat ini sudah mulai ada perhatian dari Pemko Batam. Misalnya, ada sejumlah anak-anak hinterland disekolahkan Pemko Batam ke Jakarta di Akademi Perikanan. Tetapi kami juga tetap ingin mendorong lagi agar anak-anak hinterland juga lebih maju. Jangan sebagian kecil yang diberi perhatian sementara ribuan anak hinterland yang lainnya tidak mendapat pendidikan yang layak. Kalau mau diprosentasekan hanya berbanding seberapa anak-anak hinterland yang mendapat pendidikan yang lebih baik.
Jadi sebagai anak tempatan tentu saya harus fokus memperjuangan pendidikan bagi masyarakat hinterland. Karena bagi saya, apapun dan dimana pun kalau pendidikan baikInsya Allah yang lainnya akan mengikuti.
Jadi mudah-mudahan masyarakat bisa memilih kita, karena bagi saya fokus pendidikan dalam arti kata tidak hanya pada anak-anak saja namun pendidikan untuk semua masyarakat hinterland, termasuk di dalamnya untuk masyarakat yang buta huruf, baik buta huruf Alquran maupun buta huruf Aksara. Karena menurut survei teman-teman di Tanjungpinang, buta huruf masyarakat kita di Kepri masih banyak. Banyak orang tua kita yang umur 60 tahun ke atas yang tidak pernah membaca.Jadi paling tidak kita punya trobosan agar orang tua kita bisa membaca.
Seperti apa Anda melihat persoalan sosial di Batam?
Kalau masalah, saya melihat di Batam khususnya banyak sekali persoalan sosial yang harus ditangani dengan serius. Apalagi di Batam yang multi etnis, tentu permasalahan sosialnya juga beragam. Namun yang jelas, kita selama ini tetap memberikan perhatian besar kepada anak yang putus sekolah. Kebetulan beberapa tahun ini, kita sudah menjalin kerja sama dengan SMA 8 Bengkong Sadai untuk memberikan beasiswa bagi mereka yang putus sekolah karena persoalan ekonomi. Dan kita juga memberikan bantuan rutin kepada anak-anak yatim piatu. Selain itu, kita juga membantu anak-anak mereka untuk sekolah di SMA 8 meskipun dari segi nilai mereka tidak mampu, karena itulah gunanya sekolah itu hadir di Bengkong Sadai. Paling tidak semua anak di Bengkong Sadai bisa ditampung di sekolah tersebut. Karena kita tahu sendiri sekolah negeri itu biaya pendidikannya jauh lebih murah bila dibanding sekolah swasta.
***
Selain, Hj Asnah juga menjelaskan alasannya ia memilih PAN sebagai kendaraan politiknya. Menurutnya, latar belakang ia memilih PAN, karena setelah melihat ternyata hanya PAN yang mampu melaksanakan sistem suara terbanyak walaupun Undang-Undang No 10 tahun 2008 tentang Pemilu tidak demikian. Namun karena intern partai yang mengatur itu, sehingga berujung pembuatan akta notaris sebagai bentuk kekuatan hukumnya. ”Alhamdulillah kemarin sudah dinotariskan. Dan kita punya kekuatan itu,” katanya.
PAN juga komit dengan keputasan yang telah dibuat DPP yang memutusan aturan suara terbanyak. Dan paling tidak Pak Sutrisno (Ketua DPP PAN) sudah berbicara di koran, andaikan memenuhi 30 persen Bilangan Pembagi Pemilih (BPP), maka akan diberikan reward. Dengan pernyataan tersebut juga memacu kita untuk menjaring suara sebanyak mungkin.
Soal dukungan,karena kita bergerak di majlis taklim, maka saya lebih berharap banyak dukungan dari majlis taklim.Karena kita tahu sendiri 60 persen pemilih perempuan. Dan mudah-mudah mereka memilih caleg perempuan, masalah-masalah perempuan bisa teratasi, dan posisi perempuan bisa lebih baik lagi. Saya juga sudah beberapa kali ke pulau-pulau dan kebetulan di KTP saya juga kelahiran di pulau sehingga mudah-mudahan mereka baik perempuan dan laki-lakinya akan memberikan suara kepada saya. Selain tentu kita minta dukungan semua elemen masyarakat di Kota Batam.Selain di politik
Anda juga aktif di majlis taklim, bisa diceritakan?
Kalau di pengajian saya sudah terlibat cukup lama. Sejak menikah hingga sekarang saya sudah aktif di pengajian, kira 17 tahun lalu saya sudah aktif di pengajian. Karena basic kita dari madrasah jadi bagi ilmunya memang di pengajian itu. Kepengurusan di majlis taklim mulai dari kecamatan hingga tingkat Kota Batam. Pokoknya mulai dari seputaran kelurahan sampai ke perkotaan saya selalu aktif di pengajian. Jadi pengalaman di pengajian ini menjadi bekal saya terjun ke politik.
Di sejumlah organisasi perempuan dan organisasi lainnya baik tingkat Kota Batam maupun tingkat provinsi saya juga jadi pengurus. Di kepengurusan organisasi saya banyak diposisikan sebagai bendara.
Misalnya, di Masturoh Kota Batam dipercaya sebagai bendahara, di Forum Caleg Perempuan Kota Batam saya juga sebagai bendahara dan di Persatuan Mubalig Batam saya juga diangkat jadi bendahara dan sejumlah organisasi lainnya.
Selain di pangajian dan organisasi lain, kami juga mengelola panti asuhan. Seperti tiap malam Jumat kita mengadakan pengajian bersama anak panti asuhan. Kita juga menyantuni anak-anak sekolah.
Ke depan ini kita sudah bekerja sama dengan PT Mc Dermott untuk membangun panti asuhan di Bengkong ini, kebutulan lokasi sudah ada. Konsep dan pembangunannya dari Mc Dermott kita yang mengelola. Mudah-mudah ini bisa terealisasi dalam waktu dekat ini. Dia yang membangun fisiknya, kita pengelola pantinya. ***

Anak Pulau yang Takut Laut
Hj Asnah, lahir di Pulau Lanca 18 Agustus 1973. Meski ia lahir dan besar di pulau namun ia mengaku tidak bisa berenang seperti anak-anak pulau lainnya.
Saat kecil, Asnah ke sekolah harus menyeberang pulau dengan menggunakan sampan. Maklum anak nelayan dengan 9 bersuadara ini, sekolah SD nya di Pulau Akar sedangkan ia tinggal di Pulau Lanca. Setiap hari ia harus berdayung selama satu jam untuk sampai ke tempat sekolahnya di Pulau Akar. ”Jadi praktis setiap hari saya harus berdayung dua jam pulang pergi,” kenangnya.
Tetapi kalau angin dan ombak tidak bersahabat, jarak tempuh kian lama karena sering terbawa ombak. Kalau orang tuanya tidak melaut, kadang-kadang juga diantar ke sekolah, namun kalau orang tuanya melaut terpaksa ia hanya bersama saudaranya.
Diceritakannya, suatu ketika ia bersama tiga saudaranya berangkat ke sekolah, di perjalanan ia karam di laut karena ombak kuat. Waktu itu sampan pakai layar, ketika angin kencan ia bersama tiga saudaranya yang semuanya perempuan tidak bisa mengendalikan lagi akhirnya ia karam dan tertimpa sampan. ”Untuknya pada saat itu ada nelayan yang lewat di jalur itu, mereka langsung menyelamatkan kami. Inilah pengalaman yang paling menakutkan dan sejak itu saya takut sama laut,” ungkapnya.
Selain transportasi ke sekolah dengan menggunakan sampan sebenarnya ada juga alat transportasi lain yakni naik pompong. Tapi kalau naik pompong harus bayar perbulannya, sementara kondisi ekonomi orang tua waktu itu tidak memungkinkan, jadi satu-satunya cara adalah pakai sampan.
Saat sekolah, ia termasuk anak yang pintar. Buktinya, di sekolah SD ia bisa menamatkan pendidikan hanya dengan waktu empat tahun. ”Kelas satu cawu dua saya ikut ujian naik ke kelas dua, kelas 6 semester ketiga saya ikut ujian. Alhamdulillah saya lulus. Jadi saya hanya melewati SD selama empat tahun,” terangnya.
Setelah lulus SD, ia melanjutkan sekolah di MTsN Tanjungpinang. Di sekolah MTsN prestasi ibu Delvi Eka Putri ini tetap terbaik. ”Meski saya dari kampung alhamdulillah saya selalu ranking satu di sekolah,” kenang ibu tiga anak ini.
Setamat di MTsN ia melanjutkan di Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Tanjungpinang. Di sekolah setingkat SMA ini, prestasinya kian cermalang. Bahkan ia pernah menjadi juara umum di sekolahnya. Kemudian, ia melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah di Tanjungpinang, namun tidak sampai selesai.
”Saat sekolah di Tanjungpinang saya merasakan betul menjadi anak perantau. Hanya bisa bersedih dan menangis. Setiap bulan orang hanya bisa kirim uang sekolah Rp15 ribu. Pulang ke kampung hanya libur semister dan hari raya,” kata istri Saparuddin Muda.
Setelah tak sekolah lagi ia kembali ke pulau dan menjalani hidup seperti anak-anak pulau lainnya. Tak betah hanya di rumah saja, ia pun akhirnya menjadi tenaga honorer kantor lurah di kampungnya. Setelah 6 bulan menjadi honorer, ia pun dinikahkan orang tuannya dengan suaminya sekarang. ***

2 komentar:

biandinejad mengatakan...

Assalamu'alaikum.....

tertarik nich baca profil H. Asnah..

bapak..mo nanya nich..H. asnah nich..khan pasang Baliho..tuch..gede2..disitu ada foto cewek bertiga yang dipasang gede2 salah satunya foto saya..kira2 bisa minta softcopinya tak???

kl bapak tau bisa tak ngasih info..kasih donk alamat email/HP/tim suksesnya, pokoke info ditunggu dech...Tq
Wassalam....Wr wb

Unknown mengatakan...

Ass, wadoeh...
u punya profil sangat mengharukan sekali,, tp keren jga sech kita jga bsa ambil buat sample klo orang seribu pulau bsa jga jd org besar seperti anda.
Intinya gag menutup kemungkinan jga buat kita2 nieh buat bermimpi jd org besar seperti anda,,PASTINYA..!!
Satu dech pesannya...>>
Jangan pernah lupa dari mana anda berasal, kemana anda pergi, dan syukuri apa yg tuhan kasih buat anda.
I'll be waiting in here,u can make me, my life,my city and than my country better than before. Do it..