Hj Raja Syahniar Usman, Anggota DPRD Provinsi Kepri
Meski usianya terbilang senior, namun energi yang disimpan tokoh perempuan Melayu yang satu ini tak kalah dengan yang muda-muda. Bahkan untuk ukuran politisi yang akan maju ke ”babak penyisihan” perebutan kursi DPRD Provinsi Kepri, ada nilai plus yang ia bawa, yakni kematangan pengalaman dan kearifan dalam bertindak.
Ia adalah Hj Raja Syahniar Usman, yang pada 3 Februari 2009 lalu genap berusia 60 tahun. Kembali maju menjadi calon legislatif bukanlah obsesi pribadinya. Banyak sebab kenapa ia diminta kembali tampil di panggung politik, salah satunya karena tidak terpenuhinya kuota 30 persen bagi politisi perempuan dari segi kualitas. Meski secara kuantitas partisipasi politik kaum hawa belakangan ini semakin semarak.
Seperti apa pandangannya? Berikut petikan wawancaranya yang dirangkum wartawan Batam Pos, Jamil Qasim dalam wawancara khusus di kediamannya, belum lama ini.
Syahniar yang tercatat sebagai Caleg Partai Golkar Nomor Urut 1, Dapil Kota Tanjungpinang, berupaya untuk memberikan contoh yang baik kepada kaum perempuan agar dapat memainkan perannya secara nyata di masyarakat. Perempuan sejatinya tidak lagi hanya berputar-putar di wilayah privat, namun harus mampu menyeruak ke permukaan hingga ikut menjadi penentu sebuah kebijakan publik.
Menurutnya, kini jalan sudah semakin terbentang dengan terbukanya akses kepada perempuan untuk berpolitik. Namun diakui Syahniar implementasinya tidak mudah, karena secara tradisional sebagian kaum perempuan masih merasa menjadi sub ordinat kaum pria. Akibatnya banyak perempuan-perempuan yang sebenarnya berpotensi secara politik, tidak berani mengambil peran.
“Politik bagi kaum perempuan bukanlah seperti gerhana yang hanya muncul sewaktu-waktu, namun politik adalah sebuah proses perjuangan yang panjang agar apa yang menjadi cita-cita kaum perempuan dapat kita wujudkan,” sebut Syahniar.
Anda meyakini dengan terjun ke dunia politik, kaum perempuan dapat membuat hidupnya menjadi lebih baik. Bisa dijelaskan?
Memang diakui isu-isu kesetaraan gender belakangan ini tampak mulai memihak kepada kaum perempuan. Namun saya tidak yakin bahwa itu akan tepat seperti yang sudah tergambar, tanpa kegigihan dari kaum perempuan sendiri untuk memainkan perannya. Perempuan harus masuk ke wilayah politik dan membuat keputusan-keputusan politik untuk membawa kepada proses pembangunan yang ideal di mata kaum perempuan itu sendiri. Justru perjuangan yang paling berat sebenarnya adalah menyadarkan kaum pria bahwa perspektif gender tidak hanya milik kaum perempuan, pria juga harus merasa bertanggung jawab. Selama ini masih banyak keputusan-keputusan yang belum begitu memihak perempuan sehingga kami terus berupaya untuk tampil langsung menjadi bagian dari penentu kebijakan.
Alasan yang selalu muncul adalah karena kaum perempuan tidak siap berpolitik?
Ini akan menjadi tugas kita bersama bagaimana membuat perempuan sadar akan potensi dirinya dan mau berubah untuk maju. Dalam berpolitik praktis, kita tentunya harus punya wawasan dan saling menghargai. Melancarkan kritik harus disertai dengan solusi, misalnya begitu. Kualitas pribadi seorang caleg perempuan harus betul-betul telah teruji sehingga siap dipasarkan, jadi tidak hanya terkesan memenuhi kuota 30 persen itu.
Politik memang kejam, namun itu tidak dijadikan momok bagi perempuan untuk lari, tapi harus dijadikan motivasi dan menarik pelajaran berharga dari kegagalan-kegagalan. Kita harus bisa saling mengisi dan berbagi. Mungkin yang lebih muda dibekali banyak pengetahuan sedangkan yang tua-tua sarat pengalaman. Nah kita perlu sharing. Ingat, bahwa partisipasi politik bagi kaum perempuan bukan seperti gerhana, yang hanya muncul sewaktu-waktu, tapi ini adalah sebuah proses panjang yang butuh perjuangan. Jadi penekanannya di situ.
Apakah Anda cukup puas dengan nama-nama caleg perempuan yang mengisi bursa Pemilu 2009 ini?
Secara umum dari segi kualitas saya melihat belum maksimal. Tapi Alhamdulillah ini sebenarnya sudah menampakkan preseden yang baik. Khususnya di Partai Golkar, pengkaderan caleg perempuan sudah sangat matang dilakukan. Idealnya memang calon-calon perempuan tidak muncul secara instan. Harus mereka yang benar-benar berpotensi dan memiliki kecerdasan sosial yang tinggi. Saya sendiri juga tidak secara tiba-tiba berani mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, tanpa proses yang panjang.
Saya harus banyak belajar terlebih dahulu dengan pengalaman sebagai isteri walikota dan bupati. Saya harus siap dengan segala kondisi untuk berada di tengah-tengah masyarakat dan mendengarkan keluhan mereka. Juga harus tetap menjadi ibu dan isteri yang baik dalam keluarga sehingga tidak ada yang dikorbankan. Selain itu saya juga dipercaya memimpin banyak organisasi perempuan, termasuk juga terus aktif di Partai Golkar. Karena pernah berkiprah di dua zaman yakni orde baru dan orde reformasi, saya mengambil sisi positif dan banyak belajar dari model manajeman orde baru dan manajemen reformasi. Saya juga harus banyak membaca untuk mencari referensi dan agar tidak tertinggal informasi.
Apa sebenarnya yang Anda rasa kurang dari kaum perempuan, khususnya di Tanjungpinang?
Menurut data yang diperoleh dari BKMT (Badan Koordinasi Majelis Taqlim) di Tanjungpinang sendiri sudah terdapat 150 kelompok masjlis taqlim, ini tidak termasuk yang belum terdata. Dan masih banyak kelompok-kelompok perempuan di luar itu yang berbentuk sosial keagamaan dan kemasyarakatan. Artinya kaum perempuan di Tanjungpinang sudah ter-organize dengan baik. Sementara pembinaan-pembinaan keterampilan dan manajemen juga cukup baik.
Yang perlu ditingkatkan adalah pembinaan dan perlindungan perempuan dari sektor ekonomi. Misalnya banyak pedagang perempuan di pasar yang terjebak rentenir atau usaha yang digeluti bertahun-tahun hanya cukup untuk makan. Ini yang akan menjadi perhatian kami. Kelompok-kelompok pelaku ekonomi kaum perempuan juga harus teroganisasi dengan baik seperti kelompok-kelompok masjid taqlim dan kelompok-kelompok sosial lainnya.
Hal lain adalah perlunya pembinaan pola pikir. Sejauh ini kaum wanita umumnya memilih profesi sebagai guru dan paramedis. Sangat sedikit yang menggeluti dunia usaha dan politik. Padahal kedua sektor ini sangat penting karena kontribusinya cukup besar bagi perbaikan nasib kaum perempuan di Tanjungpinang.
Selama menjadi anggota Dewan apa saja yang sudah Anda lakukan, khususnya untuk perempuan?
Sebagai zona transito, Tanjungpinang menjadi sesak oleh lalu lintas orang. Efek negatif dari kondisi ini adalah sulitnya menuntaskan kasus-kasus human traficking yang melibatkan kaum wanita. Di tahun-tahun pertama saya menjadi anggota dewan, hal ini dulu yang menjadi fokus saya. Kebetulan saya dipercayai sebagai Ketua Pansus Perda Tarficking. Kami bekerja keras agar angka kasus-kasus traficking di Tanjungpinang khususnya semakin mengecil dari tahun ke tahun meski sebenarnya kasus traficking ini bukanlah persoalan yang muncul dari ”dalam”. Alhamdulillah Perda ini cukup berhasil dengan intens-nya sosialisasi dan kerjasama yang efektif dengan daerah-daerah ”pemasok” seperti Jawa Barat, Jawa Timur dan NTB (Nusa Tenggara Barat).
Kasus traficking bisa terjadi karena adanya kebodohan dan kemiskinan pada diri perempuan. Tidak cukup dibenahi dengan pendekatan hukum yang preventif, tapi bagaimana menuntaskan akar persoalannya. Hal seperti inilah yang selalu saya suarakan di gedung dewan. ***
Disiplin Kunci Sukses
Disiplin adalah kata kunci bagi keluarga Syahniar Usman untuk menggapai sukses di banyak bidang. Tanpa kedisiplinan yang tinggi maka rentetan kegagalan akan datang silih berganti. Prinsip hidup seperti ini telah ditanamkan oleh orangtua Syahniar sejak ia masih sangat belia, terutama dalam mengelola manajemen waktu.
Orangtua Syahniar yang memperoleh pendidikan ala Belanda telah menularkan sikap disiplin ini ke dalam dirinya. Setelah berkeluarga, sang suami Ir Raja Usman Draman, jebolan sebuah perguruan tinggi di Jepang juga sangat tegas dalam kedisiplinan. Sifat-sifat itu diturunkan kepada anak-anak mereka yang kini sukses dalam karir.
Syahniar dilahirkan di Pulau Penyengat pada 3 Februari 1949. Ayahnya bernama Raja Yusuf bin Raja Malik dan ibu bernama Encik Masnah. Kakek Encik Masnah adalah seorang Datuk Bandar (Walikota) Tanjungpinang. Semen tara ayahnya adalah seorang Amir (Camat) di Sedanau, Natuna.
Syahniar adalah anak watan Melayu yang memiliki garis keturunan darah biru bergelar “Raja”. Memperoleh pendidikan Sekolah Dasar di Tanjungpinang (SD III Bukit Semprong), setelah menamatkan SMP, ia kemudian mendaftar di Sekolah Guru A (SGA) setingkat SPG Tanjungpinang. Syahniar memilih profesi sebagai guru, karena terinspirasi dari ibundanya Encik Masnah Hamid yang sejak muda telah mendedikasikan dirinya sebagai tenaga pendidik. Sejak kecil Syahniar sudah terbiasa berorganisasi dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Di antaranya pernah menjadi salah satu koordinator pada penyelamatan korban Tampomas di Tanjungpinang.
Kemampuan politiknya terus di asah, hingga akhirnya terpilih menjadi Anggota DPRD Provinsi Kepri periode 2004 – 2009. Di DPD Partai Golkar Kepri pimpinan Anshar Ahmad, Syaniar dipercaya sebagai Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan.
Pada 3 Maret 1968, Syaniar menikah dengan Ir H Raja Usman Draman yang pernah menjabat sebagai Walikota pertama Batam dan Bupati Inhil, Riau.
Usman mendapat studi di Tokyo University for Agricultural and Technology, Chemical Engineering, Tokyo Jepang, setelah sebelumnya menghabiskan pendidikan dua tahun di Fakultas Teknik, Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung. Pasangan Usman – Syahniar memperoleh tiga orang anak yakni Heni Suryani, kelahiran 10 Agustus 1969. Saat ini berdomisili di Pangkal Pinang, Bangka bersama suami yang menjadi pejabat kepolisian setempat. Anak kedua bernama Raja Fahmizal Usman, kelahiran 20 Oktober 1971, bekerja sebagai Kasubag Humas Kantor Gubernur Riau, Pekanbaru. Sementara anak ketiga yakni Raja Azmizal Usman, menyelesaikan studi S2 bidang perhotelan di GLION Institute of Higher Education, Swiss dan bekerja sebagai salah satu manager di Nirwana Garden Resort, Lagoi.
Karir politik Syahniar mendapat support yang besar dari para anggota keluarga. Seperti yang dituturkan Azmizal, dirinya amat mendukung karir sang ibu sebagai anggota legislatif, organisatoris dan aktivis perempuan. “Meski beliau amat sibuk dengan berbagai kegiatan, namun kasih sayang beliau kepada kami anak-anaknya tidak pernah berkurang. Beliau tetap menjadi ibu dan isteri yang baik dan sempurna,” papar Azmizal. (jaq)
Jumat, 13 Februari 2009
Politik bagi Perempuan Tak Seperti Gerhana
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar