Jumat, 21 November 2008

PLN Bilang Rugi, di Mana Ruginya?

Sigit Budiarso, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam

Krisis finansial global, dan kenaikan tarif listrik oleh PT PLN Batam sebesar 14,8 persen akan mengancam sektor industri di Batam, tak terkecuali bisnis perhotelan dan restoran.

Bagaimana sikap Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam menyikapi kenaikan tarif listrik Batam? Dan apa kiat-kiatnya menghadapi krisis finansial global yang terjadi saat ini? Berikut petikan wawancara Jamil Qasim dengan Sigit Budiarso, Ketua PHRI Kota Batam, belum lama ini.


Pertemuan saya dengan Sigit Budiarso dihelat di kantornya di hotel Novotel Batam. Sebuah hotel berbintang yang tergabung dalam grup Accor.

Saat tiba di lobby hotel, Sigit yang menggunakan baju koko langsung membimbing ke ruangannya di lantai tiga. Saat itu, Sigit baru saja menghadiri pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi pariwisata di sebuah hotel di kawasan Penuin.
Sigit pun, mulai bercerita tentang latar belakangp pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi pariwisata. Menurutnya, lembaga sertifikasi ini dibentuk tidak lain untuk menyongsong Visit Batam 2010.

Pihaknya sebagai salah satu pengelola pariwisata di Batam merasa terpanggil untuk memberikan pelayanan terbaik bagi wisatawan yang berkunjung ke Batam. Apalagi pemerintah Kota Batam mencanangkan Visit Batam 2010.

Awalnya, pembentukan lembaga ini diwakili oleh masing-masing organisasi dan instansi pemerintah yang konsen membidangi pariwisata, termasuk PHRI. ”Kebetulan dari PHRI saya yang mewakili,” katanya.

Jadi dari lembaga yang dibentuk itu nantinya akan mengeluarkan sertifikat yang pelayanan yang diakui secara nasional. Untuk saat ini lembaga sertifikasi yang dibentuk itu satu-satunya di luar pulau Jawa dan Bali. ”Karena ini sifatnya nasional, maka kita juga bisa mensertifikasi di daerah lain. Dan adalah lembaga independen,” jelasnya.

Tugas pokok dari lembaga sertifikasi yang ada di Batam ini ada tiga, pertama untuk perhotelan, travel dan Event Organizer (EO). Susunan pengurusnya sendiri terdiri dari dewan pendiri, pelaksana harian, di bawahnya dibentuk berbagai bidang salah satunya bidang sertifikasi dan manajemen.

Jadi kegunakan sertifikasi ini untuk menunjukkan pantas atau tidaknya mereka pada posisi yang mereka sandang. Jadi arahnya melegalkan posisi mereka. Sehingga pada visit Batam 2010 kita sudah punya tenaga-tenaga yang memang sudah memiliki sertifikat berstandar nasional. Kita sertifikasi orangnya, bukan institusinya,” ungkap General Manager Novotel Batam ini.

Lembaga yang sudah dibentuk ini, direncanakan dalam waktu tiga bulan kedepan akan berkonstrasi pada pembentukan struktur organisasinya, dan selanjutkan pihaknya akan mencari tenaga aksesor yang ahli di bidang-bidang tertentu utamanya di bidang perhotelan, travel dan EO. ”Dan yang akan kita sertifikasi itu, mungkin hanya pada level-level tertentu saja,’’ ungkapnya.

Idel awal pembentukan lembaga ini berasal dari PHRI, Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies (ASITA), dan Congress&Convention Association (INCA) dan Ajahib. Waktu itu dirinya menanyakan bahwa dirinya kekurangan tenaga yang mempuni. Banyak yang sudah sekolah dan kursus, namun ketika akan memasuki dunia kerja, para tenaga kerja itu harus ditranning dulu untuk bisa bekerja sesuai dengan standar perusahaan yang dibutuhkan.

”’Dari pemikiran saya itu, akhirnya kita sepakat membentuk lembaga pelatihan singkat. Dari pelatihan singkat itu, kita yang mengajar mereka sesuai dengan kebutuhan kita. Jadi yang kita ajarkan ke mereka sama yang kita butuhkan,” terangnya.
Setelah pelatihan singkat itu terbentuk, Sigit bersama timnya berkunjung ke Dinas Pariwisata Kota Batam. Dari dinas ini, ia diminta untuk membuat lembaga sertifikasi. ”Dari hasil pertemuan itu kita putuskan untuk segera membentuk lembaga sertifikasi. Jadi sekarang sudah dua lembaga yang kita jalankan secara bersama-sama,” terangnya.

Apakah tidak ada benturan dengan lembaga sejenisnya?


Kita dibawa Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Ada memang lembaga kursus yang sejenis namun lembaga tersebut dibentuk tidak berdasarkan acuan dari Departemen Pariwisata dan dibentuk dibawah Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang dibentuk secara hukum dan ada di atur di dalam undang-udangannya. Kita mengacu dari sana dan didukung penuh oleh Departemen Pariwisata untuk pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata, dan secara kelembagaan segera akan kita daftarkan di notaris.
***



Di tengah menyusun program untuk menyongsong Visit Batam 2010, Sigit juga tetap mencermati gejolak resesi global finansial yang terjadi saat ini. Karena dampak resisi global itu, tentu akan berpengaruh pada dunia usaha yang ia geluti.

Bagaimana dampaknya bagi industri perhotelan dan restoran atas krisis finansial saat ini?


Dampaknya pasti ada. Cuma jujur kami sekarang lagi wait and see

. Belum berani beraksi apapun, dalam arti kita belum mengambil langka kebijakan untuk menurunkan harga, menekan cost dan lain-lain sebagainya. Kita akan melihat satu bulan kedepan ini. Kalau memang krisis finansial global ini tidak berpengaruh pada usaha kita, maka kita tidak akan membuat kebijakan baru. Lain halnya kalau tiba-tiba ada perubahan drastis.

Misalnya, salah satu perusahaan besar di Batam tutup, karena faktor krisis finansial itu maka tentu akan berpengaruh pada tingkat hunian hotel di Batam. Sebenarnya, dampak secara langsung tidak ada, tapi in direct

pasti ada. Kita kena imbasnya. Kita melihat sekarang, harga-harga di pasar masih stabil, malahan sebagian ada yang turun, jadi relatif tidak bergejolak. Karena kalau kita naikkan harga dalam keadaan begini, pelaku investasi mau jalan atau tidak kita belum tahu. jadi saat ini kami masih menunggu.

Justu efek yang paling terasa bagi pengusahan apapun di Batam ada kenaikan tarif listrik.

Apa sikap PHRI terhadap kenaikan tarif listrik sebesari 14.8 persen?
Efek kenaikan ini besar sekali. Listrik merupakan komponen dasar dalam pengoperasian industri apapun termasuk hotel. Untuk menjalankan usaha di industri apapun ada namanya> fix cost

atau variable cost

. Tinggi rendahnya usaha industri itu mereka tetap bayar. Contoh, >standing cash.

Mau dipakai atau tidak, tetap kita bayar. Variable cost kita tinggi, berarti pemakaian juga banyak. Kalau tingkat kegiatan kita secara otomatis pemakaian listrik kita akan meningkat. Tapi kalau gaji karyawan tidak berubah, mulai dari awal tahun hingga akhir tahun tetap, tidak ada perubahan. Listrik sebagai >variable cost

tinggi sekali. Hotel, rata kenaikannya hanya 12 persen.

Secara umum sebelum kenaikan tarif, biaya listrik untuk hotel berkisar antara 15 hingga 18 persen dari total pendapatan. Begitu ditambah dengan kenaikan 14,8 persen sekarang ini, maka sudah jelas biaya listrik untuk akan naik menjadi 20 sampai 24 persen dari total pendapatan, belum dikurang dari segala macamnya, seperti gaji karyawan dan harga barang yang naik. Seperti kenaikan gas beberapa waktu lalu, kita sudah memakan tambahan 4 persen dari total. Jadi kenaikan ini bukan bicara kecil.

Terus sekarang kita bicara mau naikkan harga, tingkat hunian hotel sekarang rata-rata 40 sampai 50 persen. Mulai dari awal tahun hingga akhir tahun tingkat hunian hotel hanya 50 persen. Dengan tingkat hunian seperti itu, kita tidak bisa naikkan harga. Jika dalam kondisi seperti ini kita naikkan harga, makin tidak ada yang mau beli. Namun dengan harga yang sekarang kita tidak dapat untung. Dengan kondisi seperti ini Untuk bertahan pun susah.

Jadi sikap kita di PHRI kalau bisa jangan naik saat ini (kenaikan tarif listrik, >red

). Apalagi dengan ancaman global krisis ini, kita mau bagaimana lagi.
Makanya, saat pertemuan kemarin ada yang menanyakan hingga ke titik PHK (Pemutusan Hubungan Kerja, red

). Saya bilang pikirlah sendiri. Kita tidak berharap akan berujung seperti itu, tetapi kalau keadaan tetap seperti ini kita bicara apalagi.

Apa langkah PHRI?


Dalam hal seperti ini kita butuh kekompakan. PHRI secara implisit sudah bilang kalau bisa tarif listrik jangan naik dulu. Kalau tetap naik, kita minta tetap pada tahapan-tahapan kita bisa tolerir kenaikan itu. Misalnya, kalau kita bilang 5 persen saja untuk mencapai BEP sanggup tidak PLN naik segitu. Pasti mereka mengatakan, semuanya kan sudah naik, gas sudah, ATB sudah naik dan lain sebagainya. Semua pada posisi serba salah sebetulnya.

Apa sebelumnya PLN Batam ada sosialisasi ke Industri?


Tidak pernah ada. Itu pun diputuskan berlaku pertanggal 1 Oktober 2008 sedang diumumkan dikoran baru pada 12 Oktober 2008. Ini kan sudah tidak fair. Saya tahunya dari rekan wartawan. Setelah tahu kenaikan itu, saya langsung hubungi teman-teman di APINDO, Kadin dan teman yang lainnya.

Yang paling ironisnya, ada penyataan bahwa yang terkena tarif hanya kalangan industri bukan rumah tangga. Padahal imbas tentu ke rumah tangga juga, bahkan bisa lebih para lagi. Coba bayangkan kenaikan tarif itu berdampak pada PHK massal tentu imbasnya ke rumah tangga. Itu mereka yang tidak fikirkan.
PLN bilang rugi, sekarang kita tanya dimana ruginya.
***
Kemudian, Sigit juga merinci jumlah hotel yang ada di Batam. Menurutnya, hingga saat ini hotel yang ada di Batam sudah berjumlah 122 hotel. Namun dari jumlah tersebut, baru separuhnya yang teregister di PHRI.

Diakuinya, saat ini banyak sekali hotel-hotel yang tiba-tiba muncul. Untuk itu, pihaknya sekarang sedang melakukan klasifikasi ulang. Tapi untuk mengklasifikasi semua hotel yang ada di Batam, butuh waktu. Tidak bisa dilakukan sekaligus. “Tahap pertama sudah ada 15 hotel kita klasifikasi ulang,’’ ungkapnya.

Soal hotel berbintang, pihaknya betul-betul melakukan klasifikasi yang seketat mungkin. ‘’Sehingga hotel berbintang 2 hingga bintang 5 betul-betul layak mendapatkan bintang, tidak hanya sekadar bintang yang disandangnya,’’ katanya.

Sigit menilai, saat ini banyak hotel yang mengaku bintang 4 dan lain sebagainya, namun tidak dilengkapi dengan fasilitas, service dan pelayanan yang standar, begitupula jumlah karyawaanya. ***

Tidak ada komentar: